Jakarta, CNN Indonesia -- Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi menyampaikan tanggapannya mengenai penundaan pemilihan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka menduga, DPR memiliki potensi memunculkan dua versi pimpinan, yakni versi Koalisi Merah Putih dan versi Koalisi Indonesia Hebat.
"Sampai saat ini saja AKD belum terbentuk, jika didesak memilih sekarang (pimpinan KPK) maka akan muncul dua versi karena AKD saat ini saja versi KMP," ujar peneliti bidang hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Ahad (30/11).
Pada kesempatan yang sama Lalola menjelaskan desakan ini juga didukung dengan semakin mendekatinya masa reses DPR pada 6 Desember 2014. "Belum lagi masa kepemimpinan Busyro di KPK pada 10 Desember ini,” ujarnya.
ICW mengeluhkan bahwa kisruh antara KMP dan KIH membawa rentetan yang sangat panjang dan bisa merugikan berbagai lembaga hukum yang terkait dengan kebijakan DPR.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
”Jika ditunda seperti ini, lalu apakah salah jika masyarakat menduga ada upaya pelemahan terhadap KPK," ujar peneliti bidang hukum Miko Ginting menambahkan.
Berdasarkan aturan undang-undang DPR memiliki batas waktu untuk melakukan pemilihan selama tiga bulan sejak diterimanya nama-nama yang diusulkan oleh Presiden dan aturan ini tercantum dalam pasal 30 ayat (10) Undang-undang Nomor 30 tahun 2002.
Presiden sendiri telah menyerahkan dua nama Calon Pimpinan KPK yang lolos seleksi. Mereja adalah Busyro Muqoddas, yang tidak lain ialah pimpinan KPK periode 2010-204 dan Roby Arya Brata yang merupakan ahli kebijakan publik dan penggiat anti korupsi yang saat ini bekerja sebagai staf Sekretaris Kabinet (Seskab) pada era Dipo Alam
ICW juga meminta proses pemilihan ini dilakukan melalui voting terbuka sehingga publik bisa mengawasi proses pemilihan. Dua nama ini sudah melalui serangkaian proses seleksi, "Jelas sekarang 'bola' ditangan DPR, jika tidak disegerakan maka kepercayaan masyarakat pada DPR tentu bisa hilang," katanya.