EKSEKUSI MATI

Ormas Dukung Sikap Jokowi atas Grasi Gembong Narkoba

CNN Indonesia
Rabu, 10 Des 2014 17:51 WIB
Organisasi masyarakat menyatakan dukungannya terhadap keputusan Presiden Joko Widodo menolak grasi puluhan gembong narkotika dan obat terlarang (narkoba).
Pemusnahan barang bukti ganja seberat 8,088 ton di area pembakaran sampah Terminal 3, Bandara Soekarno-Hatta, Rabu (12/11). (CNN Indonesia/Megiza)
Jakarta, CNN Indonesia -- Organisasi masyarakat menyatakan dukungannya terhadap keputusan Presiden Joko Widodo menolak grasi puluhan gembong narkotika dan obat terlarang (narkoba).

Ketua Umum Gerakan Nasional Anti Narkotika Henry Yosodiningrat mengatakan penolakan grasi tersebut sudah sangat tepat.

"Penolakan grasi atas 64 gerbong narkoba sesuai dengan komitmen beliau untuk menaruh perhatian pada kejahatan narkotika," kata Henry saat dihubungi CNN Indonesia, Rabu (10/12).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Henry kemudian menyampaikan penolakan grasi gembong narkoba merupakan penegakan hukum yang tepat dan benar. Dengan adanya hukuman mati, dia menilai
kejahatan narkotika bisa diminimalisir.  


Hal senada juga disampaikan oleh Ikatan Pelajar Puteri Nahdlatul Ulama. Menurut pihaknya, penolakan grasi oleh Jokowi tidak melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

"Kami menilai justru pengedar narkoba telah jauh melanggar HAM karena merusak masa depan anak-anak muda penerus bangsa," kata Farida Farichah selaku Ketua Umum Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama.

Menurutnya, pengedar narkoba tidak hanya merusak hak asasi manusia tetapi bisa merusak hak asasi bangsa karena dia merusak generasi bangsa.

Ditanya mengenai apakah eksekusi mati efektif dalam menurunkan tingkat kejahatan narkotika, Henry menyatakan persetujuannya.

"Kalau tidak ada hukuman mati saja kejahatan narkotika sebanyak itu, apalagi kalau tidak ada hukuman mati," kata dia.

Sementara itu, penolakan grasi oleh Jokowi mendapatkan kecaman lembaga HAM internasional. Perwakilan Indonesia untuk ASEAN Intergovernmental Comission on Human Rights (AICHR) Rafendi Djamin mengatakan penolakan tersebut dijadikan dalih penerapan hukuman mati.

"Ketegasan salah kaprah kalau ditunjukkan dengan penerapan hukuman mati," ujar dia kepada CNN Indonesia, Rabu (10/12).

Lebih jauh, ia menuturkan hukuman mati tak akan memberikan efek jera bagi pelaku dan bandar narkoba. Menurutnya, sejumlah kajian telah menunjukkan tidak adanya korelasi antara hukuman mati dengan tingkat kriminalitas di sebuah negara.

"Contohlah Malaysia, yang menerapkan hukuman mati tapi tingkat kejahatan narkoba tidak juga menurun," ucapnya. Hal yang sama, kata dia, akan terjadi di Indonesia.

"Indonesia sudah menerapkan de facto moratorium hukuman mati pada 2014 dan kami dalam upaya mengubah kebijakan soal penerapan hukuman mati. Sekarang Indonesia berbalik, atas nama ketegasan," ujarnya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER