Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Utama PT Pos Indonesia Budi Setiawan kembali tidak memenuhi panggilan jaksa penyidik Kejaksaan Agung, Rabu (10/12). Budi dipanggil terkait kasus dugaan korupsi pengadaan Jasa Layanan Informasi dan Komunikasi periode 2012-2013.
"Hari ini pemanggilan tersangka inisial BS, Direktur Utama PT Pos. Kami mendapat informasi yang bersangkutan tidak bisa memenuhi panggilan karena sakit," kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagung, Tony Spontana, di kantornya, Jakarta.
Kejagung pun kembali memanggil Budi untuk diperiksa pekan depan. Pekan lalu, Budi juga tercatat tidak memenuhi panggilan pemeriksaan terkait kasus yang sama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kejagung telah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Direktur Utama PT Pos Indonesia Budi Setiawan, Supervisor Teknologi Informasi PT Pos Indonesia Budhi Setyawan, karyawati PT Datindo Infonet Prima Sukianti Hartanto, pegawai PT Pos Indonesia Muhajirin, dan Direktur PT Datindo Infonet Prima, Effendy Christina. Untuk Budhi dan Muhajirin, keduanya kini sudah mendekam di tahanan Kejagung.
Kasus pengadaan jasa layanan informasi dan komunikasi tersebut berawal saat proyek pengadaan alat Portable Data Terminal dicanangkan pada Mei hingga Agustus 2013. Alat yang bentuknya mirip telepon genggam itu akan digunakan pengantar pos saat mengirim barang kepada penerima. Nantinya, data yang berasal dari pengantar pos akan terkirim ke server pusat PT Pos.
PT Pos menjalin kontrak dengan PT Datindo Infonet untuk pengadaan alat tersebut dan mengeluarkan dana hingga Rp 10,5 miliar. Dana itu didapat PT Pos dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara.
Kendala ditemui ketika dari 1.725 alat PDT yang dibeli, hanya 50 yang berfungsi. Itu pun tidak sesuai spesifikasi yang tertera dalam kontrak. Salah satu kekurangan dalam alat tersebut adalah tidak adanya GPS, dan daya baterai yang hanya bertahan tiga jam. Padahal dalam kontrak, alat tersebut seharusnya memiliki GPS dengan daya tahan baterai mencapai delapan jam.
Kini 1.725 alat tersebut sudah disita oleh Kejaksaan Agung. Selain itu, dari penggeledahan yang dilakukan penyidik Kejaksaan Agung di PT Pos, Bandung, ditemukan berkas pengadaan 1.725 PDT yang juga akan dijadikan barang bukti.