PELAYANAN PUBLIK

Ombudsman: Mutasi Pegawai Dampak Politik Balas Dendam

CNN Indonesia
Rabu, 17 Des 2014 23:44 WIB
Lembaga Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menilai mutasi pegawai yang dilakukan instansi pemerintah daerah masih dipenuhi dengan latar belakang politis.
Lembaga Ombudsman Republik Indonesia (ORI) mengatakan pada Rabu (17/12) kalau mutasi pegawai yang dilakukan instansi pemerintah daerah masih dipenuhi dengan latar belakang politis. (CNN Indonesia/ Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menilai mutasi pegawai yang dilakukan instansi pemerintah daerah masih dipenuhi dengan latar belakang politis.

Menurut ORI, mutasi yang demikian merupakan bentuk maladministrasi sektor kepegawaian pemerintah daerah.

"Mutasi pegawai masih banyak dilakukan. Motifnya suka dan tak suka. Hal itu termasuk diskriminasi karena menggunakan alasan resmi dan personal," kata Budi menjelaskan usai pemaparan "Catatan Akhir Tahun 2014: Laporan Pengaduan Masyarakat" di kantor ORI, Jakarta, Rabu (17/12).


ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Merujuk data Ombudsman pada 2014, pengaduan pelayanan publik pada kasus kepegawaian menempati peringkat pertama atau sebanyak 16 persen.

Sementara itu, kelompok instansi yang paling banyak diadukan yakni pemerintah daerah (43 persen). Mutasi pegawai menjadi salah satu bentuk pelanggaran kepegawaian yang ditemukan ORI.

Budi melanjutkan umumnya motif dari mutasi pegawai adalah politik balas dendam.

Dia lantas mencontohkan sebuah kasus di Semarang, Jawa Tengah di mana seorang pegawai dimutasi ke bidang lain yang tak sesuai dengan latar belakang pendidikannya.

"Dari salah satu aduan kami, seseorang punya latar belakang pertamanan tapi ditaruh di pendidikan. Kita tanya atasannya kenapa dimutasi katanya otoritas dia untuk mutasi karyawan," ujar dia.

Budi mengatakan kasus mutasi juga banyak ditemukan di sejumlah daerah terutama berkaitan dengan proses pemilihan kepala daerah (pilkada).

"Ada karyawan yang bukan tim sukses calon walikota atau bupati. Posisi mereka digantikan oleh yang mendukung bupati," kata dia.

Selain persoalan mutasi, masalah maladministrasi di bidang kepegawaian juga ditemukan saat proses seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).

Budi mencontohkan yang terjadi di Sulawesi Selatan di mana terdapat penyelewengan formasi dan kuota.

"Ketika seseorang mendaftar, formasi sudah ditentukan. Namun, pada praktiknya kerap kali melenceng. Kewajiban verifikasi ada di daerah," kata dia.

Contoh maladministrasi lain terkait kepegawaian adalah mengenai penahanan gaji dengan dalih sertifikasi guru. Budi mengatakan semestinya tunjangan sertifikasi diberikan per tiga bulan sekali. Namun, dalam beberapa kasus, tunjangan dibayarkan hanya setahun sekali dan dipotong dua bulan bayaran.

"Ketika kami konfirmasi, katanya digunakan untuk administrasi," ujar dia menjelaskan.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER