Jakarta, CNN Indonesia -- Koalisi Anti Mafia Hutan menyebut, terdapat lima peraturan daerah (Perda) yang melegalkan korupsi di sektor kehutanan. Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menuturkan, legalisasi tersebut terjadi lantaran evaluasi dan pengawasan terhadap peraturan daerah lemah.
"Mereka (kepala daerah) tidak korupsi pengadaan barang dan jasa tetapi sektor kehutanan," ujar Emerson di kantor ICW, Jakarta, Ahad (21/12).
Lima perda yang bermasalah yakni Qanun Nomor 14 Tahun 2002 tentang Kehutanan di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam; Qanun Nomor 15 Tahun 2002 tentang Perizinan Kehutanan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam; Perda Nomor 12 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara di Sumatera Selatan; Perda Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara Kabupaten Musi Rawas; dan Perda Nomor 12 Tahun 2013 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Kota Samarinda.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anggota Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan ICW Aradila Caesar menyampaikan, "Dari kelima perda yang dieksaminasi, secara keseluruhan memiliki potensi korupsi yang cukup besar karena diskresi atau luasnya kebijakan kepala daerah dalam mengelola kekayaan daerah."
Dalam Pasal 10 hingga Pasal 16, Pasal 18, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, Pasal 27, Pasal 30, Pasal 35, Pasal 37, dan Pasal 38 Qanun Nomor 14/2012 merumuskan kewenangan Gubernur melalui Keputusan Gubernur untuk menetapkan pengelolaan kawasan hutan. Peraturan tersebut berpotensi memberi peluang terjadi kolusi yang bermuara pada praktik korupsi penyelenggaraan perencanaan kehutanan di Aceh.
Selain itu, Qanun Nomor 15/2002 dinilai berpotensi merusak hutan dan fungsi hutan. Ada potensi transaksi perizinan oleh pejabat menjadi salah satu fokus.
Sejumlah pasal dalam Perda Musi Rawas memberikan ruang kebijakan yang terlalu khas bagi kepala daerah tanpa mekanisme pengawasan.
Dalam perda di Sumatera Selatan, sejumlah pasal dinilai membuka peluang transaksi Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) lantaran ada permohonan dan nihil verifikasi terhadap kepemilikan dari pemohon. Perda Kota Samarinda memberikan celah ada pungutan liar pada Surat Keterangan Asal Barang (SKAB) yang dinilai tidak berdasar hukum.
Untuk itu, Emerson dan anggota koalisi mendesak, "Kementerian Dalam Negeri atau Kepala Daerah untuk mencabut lima Perda di sektor Sumber Daya Alam yang membuka peluang terjadi korupsi dan perusakan SDA."
Selain itu, Koalisi juga mendesak KPK untuk mengevaluasi perda di sektor SDA yang membuka peluang korupsi dan perusakan SDA.