Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan menteri koordinator bidang perekonomian era Abdurrahman Wahid, Rizal Ramli, mengatakan penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) yang dikeluarkan pada era pemerintahan Megawati Soekarnoputri masih menyisakan masalah.
Menurut Rizal, banyak pengusaha atau konglomerat yang belum memenuhi kewajiban membayar utang tapi sudah diberikan SKL. Ironisnya, para konglomerat itu kini bebas berkeliaran tanpa mendapat teguran dari pemerintah maupun aparat penegak hukum.
"Banyak dari pengusaha-pengusaha itu sekarang masih sangat kaya-raya," kata Rizal di Kantor KPK, Jakarta, Senin (22/12). Rizal datang ke KPK untuk menjadi saksi atas kelanjutan kasus BLBI. Para pengusaha tersebut, ujarnya, bagai masih mendapat 'karpet merah' dari pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh sebab itu Rizal berharap para pengusaha tersebut memenuhi kewajiban mereka membayar utang kepada Bank Indonesia.
Meski demikian, Rizal enggan menyebutkan siapa pihak yang ia nilai paling bertanggung jawab dalam penerbitan SKL tersebut. Ia menyerahkan kepada KPK selaku pihak berwenang untuk mengusut hak tersebut.
"KPK harus mengambil langkah-langkah tegas, sebab pada kenyataannya mereka (obligor) sangat mampu memenuhi kewajibannya," ujar Rizal.
Rizal merupakan salah satu mantan pejabat tinggi yang dipanggil KPK dalam penyelidikan BLBI. Mereka yang juga dipanggil KPK untuk dimintai keterangan dalam kasus itu ialah mantan menteri BUMN Laksamana Sukardi, mantan menteri koordinator perekonomian Dorodjatun Kuntjoro Jakti, mantan menteri keuangan Bambang Subiyanto, dan mantan kepala Bappenas Kwik Kian Gie.
KPK menduga ada masalah dalam proses pemberian SKL untuk beberapa obligor BLBI. Dalam proses itu, para obligor diduga tidak memenuhi kewajiban mereka namun tetap mendapat SKL. Surat tanda lunas itu dikeluarkan pada masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 dan Ketetapan MPR Nomor 6 dan 10 Tahun 2000.
SKL itu menjadi dasar bagi Kejaksaan Agung untuk mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap sejumlah pengutang. Berdasarkan hasil audit BPK, dana BLBI sebesar Rp 144,5 triliun yang dikucurkan kepada 48 bank umum nasional telah menimbulkan kerugian negara hingga Rp 138,4 triliun.
Berkaitan dengan penyelidikan kasus ini, KPK telah melayangkan permintaan cegah kepada Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM atas nama Lusiana Yanti Hanafiah yang berasal dari swasta. Dia dicegah sejak 4 Desember 2014 untuk jangka waktu enam bulan.