Jakarta, CNN Indonesia -- Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mendesak kepolisian membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk menangani aktivis agraria dan masyarakat. Hal tersebut diusulkan untuk meminimalisir angka kriminalisasi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum.
Aktivis Eva Bande mengungkapkan, hal senada juga telah dilontarkan oleh Presiden Joko Widodo saat penyerahan grasi kepada dirinya, di Ciracas, Jakarta Timur, Senin (22/12) kemarin.
"Jokowi dalam pidatonya bilang kalau ke depan harus tidak ada lagi kriminalisasi kepada petani dan pejuang HAM lainnya," ujar Eva, menirukan ucapan Jokowi, di acara Catatan Akhir Tahun 2014 KPA di Cikini, Jakarta, Selasa (23/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Sekretris Jenderal KPA Iwan Nurdin, aparat selama ini tidak bisa membedakan pemilik tanah yang sesungguhnya dan izin konsensi yang dimiliki perusahaan.
"Kalau punya izin, dianggap punya tanah. Padahal prosedur makin panjang. Polisi tidak didesain memahami perdataan tanah. Mereka hanya dididik memahami pidana biasa tapi dilibatkan dalam penanganan aksi petani. Bahkan, yang dilibatkan juga polisi yang memahami perang, bukan pidana," ujar Iwan.
Merujuk pada data KPA, jumlah korban konflik agraria pada tahun 2014 mencapai 402 orang. Sebanyak 19 orang tewas, 17 orang tertembak, 256 orang ditahan sedangkan 110 orang dianiaya. KPA juga menemukan, pelaku kekerasan konflik agraria didominasi oleh aparat penegak hukum seperti polisi.
Sebanyak 34 polisi tercatat terlibat dalam aksi kekerasan terhadap warga sepanjang konflik agraria pada tahun 2014. Sementara pelaku lainnya, yakni TNI berjumlah lima orang, preman enam orang, perusahaan 12 orang dan warga sendiri berjumlah 19 orang.
"Pendekatan represif oleh aparat keamanan maupun pihak pamswakarsa perusahaan dan preman memperparah situasi konflik yang terjadi di lapangan. TNI/Polri menjadi beking perusahaan," kata Iwan.
Oleh karenanya, Iwan mengusulkan adanya mekanisme penanganan dari pihak kepolisian tanpa melanggar HAM. Senada dengan Iwan, anggota Komisi Hukum DPR RI Masinto Pasaribu mengatakan penahanan terhadap petani harus jelas.
"Saya igin ada SOP juga dari kepolisian. Kalau penahanan terhadap petani harus jelas, sehingga tidak melulu kekerasan terus rakyat yang dikriminalkan. Kalau perlu, MoU Polri dengan Badan Pertanahan Nasional harus dicabut. Agar polisi tidak lagi melakukan kriminalisasi kepada masyarakat," katanya.