10 TAHUN TSUNAMI ACEH

Martunis, Si Bocah Ajaib Buruan Media

CNN Indonesia
Jumat, 26 Des 2014 19:45 WIB
Martunis adalah satu dari banyak anak Aceh yang bertahan hidup. Meski mengaku masih trauma, tapi ia tak pernah lelah untuk terus berupaya mengisi hidupnya.
Martunis (17 tahun), korban tsunami yang selamat saat diwawancara tim CNN Indonesia di rumahnya, Banda Aceh, Sabtu (20/12). (CNN Indonesia/Safir Makki)
Banda Aceh, CNN Indonesia -- Martunis. Nama yang nyaris pada setiap peringatan tahunan bencana tsunami Aceh, selalu dicari banyak orang. Sepuluh tahun lalu, saat gelombang pasang menyapu, usianya baru menginjak tujuh tahun.

Keajaiban hidup Martunis membuat nama bocah yang kini sudah berusia 17 tahun itu mendunia. Media massa baik dalam dan luar negeri, seolah tak pernah bosan berkisah. Maklum, saat ditemukan selamat dari seretan gelombang tsunami dia hanya seorang diri.

Terlebih lagi tahun ini. Selama dua pekan jelang peringatan 10 tahun tsunami Aceh, hampir 20 media asing telah mendatangi kediaman Martunis. Sosoknya dipastikan wira-wiri di banyak laman media pun stasiun televisi luar negeri sepanjang hari ini.

CNN Indonesia berkesempatan mengunjungi Martunis pada Sabtu (20/12) lalu. Di kediamannya yang terletak di Jalan Tgk Meurah No.20 C, Tibang, Banda Aceh, si bocah sungkan ketika diminta untuk berpose di luar rumah, sambil menunjukkan kecakapannya bermain bola.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Enggak ah, malu. Kalau di sekolah enggak apa-apa,” kata Tunis, panggilan singkatnya. Ya, meski kisah hidupnya sudah banyak diceritakan berbagai media bak selebriti, Tunis memang terlihat enggan tampil jumawa. Agaknya, dia tak mampu mengangkat dagu atas kenahasan yang membuatnya kehilangan ibu beserta adik dan kakaknya, sepuluh tahun lalu.

Mimpi buruk Martunis dan ratusan ribu warga Aceh pada 26 Desember 2004 silam memang masih terbayang. Hingga kini, detik demi detiknya bencana itu masih bisa diceritakan dengan gamblang. Kepada CNN Indonesia, lantas ia bercerita.

Detik Bencana

Kala itu, Tunis sedang bermain bola di belakang rumah, bersama delapan teman lainnya. Beberapa menit kurang dari pukul 08.00 pagi, ia mendengar teriakan ibunya. Persis beberapa detik setelah gempa menggoyangkan tanah yang dipijaknya.

“Mamak teriak suruh saya panggil Ayah di tambak. Saya lari ke tambak,” kata Tunis.

Di tambak, ia menemui sang ayah dan mengajaknya untuk kembali ke rumah. Namun, kejutan ditemui Tunis sebelum dia berhasil mencapai rumah. Air dari arah Kampung Aleu Naga sudah menyusup dan memenuhi jalanan menuju rumahnya. “Saya lihat teman-teman lain pada lari. Airnya naik, lari semuanya,” kata Tunis mengingat awal-mula kejadian yang menyebabkan dia harus kehilangan keluarga yang dicintainya.

Langkah kecil Tunis tak mampu menghindari kejaran gelombang laut, saat itu. Hingga akhirnya sebuah kursi sekolah melintas dan tergapai oleh tangannya. Air kian tinggi, material dari rumah-rumah yang disapu gelombang kian menumpuk. Kursi yang pertama dipegangnya terlepas. Namun, dari arah belakang, sebuah kasur tiba-tiba menjadi tempat Tunis mengapung. [Gambas:Video CNN]

“Tapi kasur itu kemudian tenggelam. Saya tiba di atas pohon,” katanya. Tunis ingat, saat itu gelombang membawanya melintasi kawasan Peunayong. Tubuh kecilnya kelelahan menahan dorongan jutaan kubik air yang merayap-rayap di jalan kota Banda Aceh. Ia lelah, lalu pasrah.
Martunis (17 tahun), korban tsunami yang selamat dan baju tim Portugal yang dikenakannya 10 tahun lalu digantung di dinding kamarnya di rumahnya, Banda Aceh, Sabtu (20/12). (CNN Indonesia/Safir Makki)


“Saya enggak sadar ketika dibawa ombak. Saya sadar itu pas subuh pagi (Senin, 27 Desember 2004), saya bangun di atas sofa di Makam Syiah Kuala,” ujar Tunis. Dia ingat benar, kala itu, tak ada lagi limpahan air di hadapannya. Yang ada hanyalah gelimpangan mayat-mayat.

“Enggak ada orang. Saya enggak bisa pergi karena jalannya sudah putus,” kata Tunis.

Hari demi hari dilalui Martunis di tengah-tengah mayat yang perlahan membusuk. Terhitung, 21 hari Martunis hidup di antara para jenazah itu. Dia mengaku, dapat bertahan hingga puluhan hari dengan memakan sisa-sisa mie instan yang dipungutnya di area pemakaman.

“Waktu itu makan mi instan mentah yang hanyut dibawa air. Minum aqua bekas juga,” katanya. “Di sana mikirin keluarga. Inget Mamak, adik, kakak dan ayah,” ujar Tunis.

Setelah 21 hari ditempa terik matahari, amis bau mayat dan makan makanan sisa, Tunis pun ditemukan oleh orang Syiah Kuala. Orang itu, kata Tunis, yang membawa dirinya ke wartawan asing yang sedang meliput bencana tsunami Aceh.

“Sama bule wartawan itu, saya dibawa ke Rumah Sakit,” katanya. Tunis menyebut, kala itu, di bagian dada tubuhnya sudah luka akibat terkena paku, sedangkan kulitnya sudah mulai mengelupas.

Kehidupan Baru

Di situlah, babak baru dalam kehidupan Martunis dimulai. Mengisahkan cerita terdampar selama 21 hari kepada TV Eropa, Sky News, dengan mengenakan seragam bola Portugal, akhirnya membuat para pemain bola Portugal tertarik untuk menemuinya.

“Saya dibawa ke kantor Save The Children. Di situ saya diwawancara dengan TV Eropa, Sky News. Waktu itu saya masih pakai baju Rui Costa,” kata Tunis.

Penayangan wawancara itu tak hanya membuat Martunis dilirik oleh para pemain bola dunia, karena lewat momen itu dia juga dapat memiliki bertemu kembali dengan satu-satunya keluarga Tunis yang tersisa di dunia, sang ayah. Usai bertemu ayahnya, Tunis pun dibawa ke Lambreu, Ulee Kareng, ke rumah sanak saudaranya.
Foto-foto dokumentasi milik Martunis bersama Celine Dion dan Ronaldo saat menjadi tamu undangan di beberapa acara, Banda Aceh, Sabtu (20/12). (CNN Indonesia/Safir Makki)


Lima bulan berlalu setelah sorotan media asing, akhirnya Tunis dapat kesempatan bertemu muka dengan Ronaldo dan para pemain tim Nasional Portugal. Perlahan, hubungan antara bocah Aceh dengan sosok pemain bola dunia itu pun terjalin. Hingga kini, terhitung sudah tiga kali Tunis bertemu dan berbincang langsung dengan CR7.

Kini, Tunis sedang menyiapkan dirinya untuk dapat mengikuti jejak Ronaldo. Di Sekolah Sepak Bola Real Madrid, Banda Aceh, Tunis menghabiskan hari-harinya. “Saya pengen bisa masuk Timnas. Tapi masih ada masalah di kesehatan,” kata Tunis.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER