Jakarta, CNN Indonesia -- Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menolak nota keberatan (eksepsi) yang diajukan terdakwa simulator Surat Izin Mengemudi Birgadir Jenderal Didik Purnomo sehingga dakwaan jaksa penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk perkara tersebut diterima oleh majelis.
Agenda sidang bakal dilanjutkan dengan pembuktian dakwaan melalui pemeriksaan sejumlah saksi.
"Eksepsi ditolak, majelis meneruskan sidang," ujar salah seorang anggota tim jaksa KPK yang dipimpin A Roni ketika dikonfirmasi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (29/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Majelis dalam putusan sela berpendapat, dakwaan jaksa telah memenuhi syarat formil dan meteril sebagaimana diatur dalam Pasal 143 ayat 2 huruf a dan b KUHAP dan berkas tersebut dapat dijadikan dasar pemeriksaan untuk mengadili perkara Didik.
Majelis hakim yang diketuai Hakim Ibnu Basuki Widodo ini tidak sepakat dengan keberatan Didik soal kejelasan status pemeriksaan berkas perkara dan dualisme penanganan perkara simulator SIM antara Mabes Polri dengan KPK.
Dalam eksepsi pekan lalu, Didik mengatakan terjadi cacat hukum acara lantaran pemeriksaan dilakukan dua lembaga penegak hukum, yaitu oleh Polri yang kemudian diambil alih KPK. Didik juga tidak meyakini pelimpahan berkas oleh Bareskrim Polri kepada KPK.
Menanggapi putusan sela tersebut, Didik tak banyak berkomentar dan bekas Wakil Kepala Korps Lalu Lintas Polri tersebut melenggang pergi ke luar gedung sambil menundukkan kepala.
"Saya serahkan ke pengacara saya," ujar Didik di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (29/12).
Merujuk berkas dakwaan, jaksa penuntut mendakwa Didik menerima duit panas dalam proyek pengadaan driving simulator uji klinik pengemudi roda dua dan roda empat tahun anggaran 2011.
Nilai proyek ini mencapai Rp 200 miliar.
Namun atas tindak pidana yang dilakukan Didik dan pihak lain, negara rugi Rp 121,83 miliar.
Jaksa Haerudin dalam sidang pembacaan dakwaan, Kamis (11/12), menyebutkan, Didik menikmati duit panas senilai Rp 50 juta dan memperkaya orang lain yakni bekas Kepala Kors Lantas Polri Inspektur Jenderal Djoko Susilo Rp 32 juta, serta Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi Budi Santosa sebesar Rp 93,381 miliar.
Pihak lain yang diindikasi menerima duit panas yaitu Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) Sukotjo Sastronegoro Bambang sebesar Rp 3,9 miliar, Bagian Keuangan Mabes Polri Darsian senilai Rp 50 juta.
Selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek tersebut, Didik dinilai telah lalai melaksanakan tugas yaitu tidak menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang menyebabkan penggelembungan anggaran.
Dan HPS justru dibuat rekanan yakni Direktur PT ITI Sukotjo.
Modus operandi lain adalah Didik dinilai menunjuk langsung perusahaan pemenang lelang PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA), padahal tak pernah ada lelang.
Atas tindak pidana tersebut, Didik dijerat Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 dan 56 KUHP. Ancaman hukuman bagi Didik yakni 20 tahun penjara.