Jakarta, CNN Indonesia -- Pasukan penyelam dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang mencari dan mengevakuasi korban AirAsia QZ8501 menanggung resiko sangat besar terkait faktor alam yang tidak mendukung. Namun perjuangan untuk operasi kemanusiaan ini terus diupayakan semaksimal mungkin.
Panglima TNI Jenderal Moeldoko menyatakan hingga saat ini TNI tidak akan mengendurkan proses pencarian dan evakuasi. Bahkan, regu penyelam dari laporan yang diterimanya telah mulai menyelam, dengan resiko yang bisa mengancam keselamatan para penyelam.
"Kami terus lakukan, dengan resiko yang bisa dikatakan mengancam keselamatan regu penyelamat," ujar Moeldoko di Markas Polda Jawa Timur di Surabaya, Senin (5/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Prajurit TNI, Moeldoko menegaskan, tidak akan menyerah dengan medan yang tidak mendukung untuk terus melakukan pencarian. “Ombaknya bisa dibayangkan sendiri, ombaknya seperti itu,” tutur dia.
Dari Pangkalan Bun sebelumnya dilaporkan bahwa memasuki hari kesembilan, pencarian tim evakuasi gabungan mulai menemukan serpihan besar dan mengarah pada dugaan badan pesawat AirAsia QZ8501. Pencarian pun difokuskan untuk menyusur bawah laut dengan menggunakan alat deteksi sonar dan robot laut, alias remotely operated vessel (ROV).
Selain badan pesawat dan kotak hitam, pencarian bawah laut diharapkan bisa menemukan sisa jenazah yang belum terevakuasi. Sebab, berdasarkan perkiraan Tim
Disaster and Victim Identification (DVI) Mabes Polri, kemungkinan besar sudah tidak ada lagi jenazah yang terapung di lautan jika sudah lewat dari sepekan.
Menurut Kapten Laut (p) DanDen SatKopaska Edy Titayasa, tujuan utama para penyelam adalah terjun ke dasar laut untuk mengevakuasi jenazah dan mengambil black box. "Itu ada prosedurnya," ujar Edy saat ditemui CNN Indonesia di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Ahad (4/1).
Komandan Tim Pasukan Katak di Teluk Kumai itu mengatakan, penyelaman dasar laut dilakukan jika tim kapal telah menentukan titik pasti dari lokasi badan pesawat. Jika koordinat telah ditentukan, maka Pasukan Katak menjadi tim penyelam pertama yang diterjunkan untuk melakukan obeservasi di bawah laut. "Jadi tidak asal nyemplung ramai-ramai. Itu konyol namanya," ujar Edy.
Dengan kedalaman sekitar 30 meter, kata Edy, penyelam tidak dianjurkan melakukan teknik
repetitive dive atau menyelam berulang. Tekanan laut sangat besar sehingga mereka hanya boleh berada di dasar laut selama sekitar 15-20 menit. "Jika terlalu lama di bawah tekanan laut yang besar, maka akan terjadi dekompresi ketika naik ke permukaan. Itu bisa berakibat pada kelumpuhan," ujar Edy.
Dengan waktu yang terbatas, arus deras, dan ombak liar, Edy mengatakan tim penyelam bakal berlomba dengan waktu. Kendala lainnya, kondisi dasar laut diprediksi berlumpur. Itu disebabkan oleh efek sedimentasi arus utara yang naik. "Jadi kemungkinan air bakal butek, alias zero visibility," ujarnya. Oleh karena itu penyelam tidak bisa melakukan teknik menyelam berulang.
Kopaska saat ini menerjunkan sebanyak 41 personel. Selain itu, para penyelam lain yang diterjunkan dalam operasi penyelaman ada 14 personel dari Denjaka, tujuh personel dari pasukan elite Intai Amfibi (Taifib), 22 penyelam dari TNI AL, serta tambahan 22 personel penyelam dari Rusia.
(obs/obs)