Jakarta, CNN Indonesia -- Terdawa korupsi proyek pengadaan simulator SIM tahun anggaran 2011, Brigjen Pol Didik Purnomo, disebut mengetahui modus korupsi. Hal itu terungkap saat bekas bawahannya di Korps Lalu Lintas Polri, AKBP Teddy Rusmawan, bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (8/1).
Dalam berkas dakwaan, salah satu modus korupsi yang dilakukan yakni penunjukan perusahaan penggarap proyek tanpa melalui lelang. Jaksa Penuntut Umum KMS A Roni menanyakan ihwal keterlibatan mantan Wakil Ketua Korps Lalu Lintas Polri tersebut.
Dalam proyek tersebut, Didik menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apakah PPK (Didik) tahu pemenang lelang sudah diarahkan?" tanya Jaksa Roni di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (8/1).
Menanggapi pertanyaan Jaksa, Teddy menjawab atasannya itu mengetahui penunjukan PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA) yang dipimpin Budi Santoso sebagai perusahaan penggarap proyek.
"Karena dari 2009 pelaksananya juga Budi Susanto, beliau (Didik) mungkin tahu. Pasti tahu," kata Teddy saat bersaksi.
Menurut Teddy, mantan atasannya tersebut tak dapat berkelit lantaran PT CMMA juga tertulis dalam laporan yang dibuatnya. "Setelah saya tulis laporan ke Kepala Korps Lalu Lintas (Djoko Susilo), beliau (Didik) pasti tahu, karena setelahnya ada rapat di bagian pengadaan soal penentuan penalti dan denda keterlambatan," kata dia.
Selain itu, Teddy menyatakan Didik mengetahui modus korupsi lain melalui pembuatan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) oleh pihak rekanan, yakni Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia Sukotjo Sastronegoro Bambang.
Dalam HPS tersebut, terjadi penggelembungan anggaran dengan menaikkan harga satuan masing-masing komponen barang menjadi lebih tinggi. Padahal pembuatan HPS merupakan tanggung jawab Didik sebagai PPK.
Namun keterangan Teddy itu dibantah Didik. "Saya tidak pernah dilibatkan dalam proses lelang. Hanya sekali saja saat penandatanganan pemenang lelang. Selebihnya tidak pernah menerima laporan apapun," ucap Didik, mengklaim tak tahu-menahu ihwal pembayaran proyek simulator.
Merujuk berkas dakwaan, Jaksa Penuntut Umum mendakwa Didik Purnomo menerima duit panas senilai Rp 50 juta dalam proyek senilai Rp 200 miliar tersebut. Atas tindak pidana yang dilakukan Didik dan pihak lain, negara merugi Rp 121,83 miliar.
Sejumlah pihak diindikasikan menerima duit pana, yaitu Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia Sukotjo Sastronegoro Bambang sebesar Rp 3,9 miliar, Bagian Keuangan Mabes Polri Darsian senilai Rp 50 juta.
Atas tindak pidana itu, Didik dijerat Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 dan 56 KUHP. Ancaman hukuman bagi Didik yakni 20 tahun penjara.
(agk)