Jakarta, CNN Indonesia -- Sebanyak 4.515 perkara terbengkalai di Mahkamah Agung (MA) hingga akhir tahun 2014. Alhasil, ribuan perkara menjadi tunggakan dan dilimpahkan pada tahun berikutnya. Sedangkan, perkara yang berhasil diputus oleh majelis pada tahun 2014 yakni sebanyak 14.411 perkara.
Ketua MA Hatta Ali, Rabu (7/1) mengatakan, ribuan perkara tersebut tak dapat dituntaskan lantaran terdaftar pada dua bulan terakhir 2014. Padahal untuk memutus perkara, hakim membutuhkan waktu setidaknya tiga bulan.
"Awalnya satu tahun, tapi dipercepat jadi enam bulan, dan tiga bulan," kata Hatta Ali di Gedung MA, Jakarta, Rabu (7/1). Ini diatur dalam Surat Keputusan Ketua MA Nomor 138 Tahun 2009 tanggal 11 September 2009.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski punya waktu tiga bulan, namun untuk beberapa perkara, majelis hakim bisa menyelesaikan dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan. Misalnya ia menconotohkan untuk kasus pidana khusus, perkara hubungan industrial, kepailitan, dan yang melibatkan anak. Perkara-perkara tersebut menurutnya jadi prioritas yang diutamakan dalam penyelesaian perkara sehingga tidak perlu menunggu tiga bulan.
Lebih lanjut Hatta menyampaikan, kendati MA masih menyisakan ribuan perkara, jumlah tersebut lebih sedikit dibandingkan sisa perkara pada tahun 2013. Tahun lalu MA menyisakan 6.415 perkara di penghujung tahun 2013.
Karena itu Hatta mengklaim capaian tersebut merupakan prestasi MA dalam sepuluh tahun terakhir. Dalam catatan MA, tahun 2004 MA menyisakan 20 ribu lebih perkara. Sementara tahun 2014 ini hanya menyisakan4.515 perkara. "Dalam sejarah MA, baru kali ini sisa perkara yang berlangsung merupakan yang terkecil," ujarnya.
Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, MA berkomitmen meningkatkan pelayanan. "Kami punya rencana, akan terus melakukan inovasi, untuk lebih cepat menyelsaikan perkara di MA," katanya.
Saat ini, MA memiliki dua peraturan yang mendorong percepatan penyelesaian perkara, salah satunya yakni Surat MA Nomor 119/KMA/SK/VII/2013 tentang penetapan hari musyawarah dan ucapan pada MA.
Selain itu, terdapat Surat Edaran MA Nomor 1 Tahun 2014 tentang perubahan Surat Edaran MA Nomor 14 Tahun 2010 yanh mengatur dojumen elektronik sebagai dokumen kelengkapan permohonan kasasi dan Peninjauan Kembali. "Kedua peraturan berpengaruh besar dalam penyelesaian perkara," kata Hatta.
(sur)