Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia Corruption Watch dan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mendesak Presiden Joko Widodo untuk menarik pengusulan nama Kapolri, Komjen Budi Gunawan, ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pasalnya, pengusulan nama tersebut tak melibatkan penyaringan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK). Aspek integritas pun menjadi pertanyaan besar.
"Ini kami sesalkan karena melanggar nawa cita. Kami menolak langkah Jokowi-JK terburu-buru mengirimkan nama kapolri ke DPR. Jangan hanya kenal dekat dan loyal. Untuk apa orang loyal dan merusak citra pemerintah?" ujar peneliti ICW Emerson Yuntho di Cikini, Jakarta, Minggu (11/1).
Lebih jauh Emerson bependapat tidak ada alasan untuk tergesa-gesa menyodorkan nama. Kapolri Jenderal Sutarman pun baru akan purna tugas pada Oktober 2015 mendatang. "Kami curiga jangan-jangan disengaja karena kalau lewat KPK dan PPATK akan mendapat stabilo merah. Untuk menghindari kecurigaan publik, sebaiknya ," ucapnya.
Alhasil, pencabutan nama Budi Gunawan semestinya dilakukan untuk menghindari kecurigaan publik. "Seharusnya cari yang lebih baik dan profesional," ucapnya. Emerson juga mengkhawatirkan apabila surat tidak dicabut, besar kemungkinan nama Budi Gunawan diterima oleh DPR sebagai Kapolri baru. "Presedennya tidak pernah ditolak DPR."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Senada dengan Emerson, Direktur Eksekutif ICJR juga menuntut Kapolri yang baru bebas dari sangkaan rekening gendut. Di samping itu, sosok Kapolri juga diharapkan dapat mengusut tuntas masalah laten yang mengerak. "Kapolri yang baru harus menuntaskan rekening gendut staf yang di kepolisian," ujar Supriyadi saat jumpa pers "Catatan Akhir Tahun dan Rekomendasi Awal Tahun ICJR" di Cikini, Jakarta, Minggu (11/1).
Pasalnya, selama ini tidak ada transparansi dan klarifikasi dari pihak kepolisian terkait rekening gendut yang dimiliki oleh aparatnya. Penuntasan masalah rekening gendut dimaksudkan agar tubuh lembaga penegak hukum tersebut bebas dari tindak pidana korupsi.
Berdasarkan informasi yang dihimpun CNN Indonesia, surat Presiden Jokowi yang menyetujui nama Budi Gunawan telah dilayangkan ke DPR pada Jumat malam (9/1). Surat tersebut akan dibacakan pada pembukaan masa sidang DPR 2015.
Setelah dibacakan pada rapat paripurna, pengajuan Presiden akan dibawa ke Rapat Badan Musyawarah. Setelah itu, Badan Musyawarah DPR akan mengoordinasikan dengan Komisi Hukum dan HAM DPR. Setelah itu, uji kelayakan akan digelar oleh DPR.
Budi Gunawan tercatat memiliki harta kekayaan dengan total senilai Rp 22,65 miliar pada 2013 lalu. Hartanya berlipat lima kali sejak Agustus 2008 silam yang hanya berjumlah Rp 4,68 miliar.
Ketika melaporkan harta ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 26 Juli 2013 lalu, Budi tengah menjabat sebagai Kepala Lembaga Pendidikan Polri. Merujuk laman acch.kpk.go.id, harta tersebut terdiri dari harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan, harta bergerak berupa alat transportasi, serta harta lainnya.
Harta tanah dan bangunan miliknya mengalami penambahan sebanyak Rp 18,79 miliar. Pada tahun 2008, harta tanah dan bangunan hanya sebanyak Rp 2,74 miliar. Namun, pada tahun 2013, menjadi berlipat hampir delapan kali yakni Rp 21,53 miliar.
(sip)