EVAKUASI AIRASIA

Kesimpulan Penyebab Musibah AirAsia Bisa Butuh Satu Tahun

Abraham Utama | CNN Indonesia
Selasa, 13 Jan 2015 17:03 WIB
Ketua tim investigasi wajib menyampaikan laporan akhir kepada ketua KNKT paling lambat satu tahun sejak penyerahan laporan awal.
Petugas Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) membuka kotak yang berisi rekaman data penerbangan Flight Data Recorder (FDR) salah satu dari bagian kotak hitam QZ8501 di kantor KNKT, Jakarta, Senin, 12 Januari 2015. CNN Indonesia/Safir Makki
Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah tim evakuasi korban dan serpihan pesawat AirAsia QZ8501 menyerahkan Flight Data Recorder (FDR) kepada Komite Nasional Keselamatan Transportasi, lembaga yang bermarkas di kawasan Gambir, Jakarta, ini bergerak cepat. Tim investigasi KNKT yang telah terbentuk mulai menggali informasi dari FDR, Selasa (13/1).

Santoso Sayogo, salah satu anggota tim investigasi, berharap proses analisa penyebab kecelakaan pesawat yang jatuh 28 Desember lalu itu dapat segera selesai. "Semoga tidak sampai setahun," katanya.

Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2013, ketua tim investigasi wajib menyampaikan laporan akhir kepada ketua KNKT paling lambat satu tahun sejak penyerahan laporan awal.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Laporan akhir berisikan informasi fakta, analisis fakta penyebab kecelakaan, kesimpulan yang paling memungkinkan soal penyebab kecelakaan serta saran perbaikan dan pencegahan kecelakaan di masa mendatang.

Adapun laporan awal tim investigasi wajib dipaparkan paling lama 30 hari sejak terjadinya kecelakaan. "Tiga puluh hari setelah kejadian, KNKT diwajibkan untuk mengumumkan preliminary report yang berisi informasi faktual tentang kejadian ini tanpa analisis," kata Santoso menjelaskan.

Proses analisis data kotak hitam pesawat membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Hingga berita ini diturunkan, tim investigasi baru akan mengunduh data dari FDR. Tahap selanjutnya, mereka harus memilih data-data yang berkaitan dengan kecelakaan dan mengkonversinya dari binary data ke tabular data.

"Proses analisa itu paling panjang karena kami harus terus melakukan cek silang. Kalau nanti cockpit voice recorder (CVR) ditemukan, kami harus mengsinkronkannya dengan data FDR. Detik per detik harus tepat," tutur Santoso.

Berbeda dengan FDR yang menyimpan data berupa angka, CVR merekam suara di area cockpit. Santoso memaparkan, alat ini terbagi atas empat channel.

Channel pertama merekam suara dari hot-mic kapten pesawat, sementara channel kedua merekam hot-mic co-pilot. Sementara itu, saluran ketiga merekam seluruh suara di area kokpit. "Suara pilot menekan tombol navigasi juga akan terdengar," ucap Santoso.

Pada channel keempat akan terdengar seluruh suara dari cabin crew, seperti pengumuman awak kabin kepada penumpang, termasuk pembicaraan antara pramugari dan pilot melalui interkom.

Saat ditanya kapan timnya dapat menyelesaikan tugas investigasi ini, Santoso tak dapat memberi kepastian. Ia lantas bercerita tentang dua kecelakaan pesawat yang terjadi dalam waktu berdekatan tahun 1997 silam.

Ketika itu, tim investigasi sedang bekerja menangani kasus kecelakaan pesawat Garuda dengan nomor penerbangan GA-152 yang menabrak Gunung Sibolangit di Deli Serdang. Dua bulan berselang, tepatnya pada 19 Desember, pesawat Silk Air jatuh di Sungai Musi, Palembang.

Perbedaan karakteristik kecelakaan pun menyebabkan investigasi keduanya tidak selesai berurutan. "Investigasi Silk Air hanya beberapa bulan, sementara Garuda lebih dari setahun," ujarnya. (obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER