Jakarta, CNN Indonesia -- Eksekusi terhadap enam terpidana mati kasus narkoba hanya tinggal menungu hitungan jam. Meski demikian, suara penolakan masih terus berdatangan.
Mantan Wakapolri Komisaris Jenderal Pol (purn) Oegroseno mengaku menjadi sala satu orang yang menolak hukuman mati. Menurut Oegroseno, narapidana yang melakukan pelanggaran berat sebaiknya dikenakan sanksi hukuman penjara ratusan tahun.
"Kita tidak boleh mendahului Tuhan. Dari pada memutus nyawa narapidana, lebih baik mereka dihukum selama 100 tahun," kata Oegroseno saat ditemui di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (17/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Oegroseno, hukuman panjang berbeda dengan hukuman seumur hidup. Jika seseorang dihukum seumur hidup, maka dia akan dipulangkan setelah nyawanya meregang.
Jika seorang narapidana dihukum satu abad dan masa tahanannya belum, kata Oegroseno, maka narapida tidak boleh dipulangkan meski dia sudah meninggal. "Biarkan jasadnya dimakamkan di Nusa Kambangan," ujarnya.
Di mata Oegroseno, hukuman berat seperti itu setidaknya lebih alami daripada eksekusi mati.
Keenam terpidana mati yang akan dieksekusi tengah malam nanti, lima di antaranya berkewarganegaraan asing dan semua laki-laki. Hanya satu orang warga Indonesia yang merupakan perempuan.
Mereka adalah Ang Kiem Soei, kebangsaan Belanda, Namaona Denis (Malawi), Marco Archer Cardoso Moreira (Brasil), Daniel Enemuo (Nigeria), Tran Thi Bich Hanh (Vietnam). Adapun satu lagi yaitu Rani Andriani alias Melisa Aprilia, yang berasal dari Cianjur.
Keenam terpidana mati itu telah mengajukan grasi dan ditolak Presiden Joko Widodo pada 30 Desember 2014.
(obs)