EKSEKUSI TERPIDANA MATI

HRWG: 15 Tahun Polisi Selalu Tangkap Kurir Narkoba

Lalu Rahadian | CNN Indonesia
Selasa, 20 Jan 2015 06:46 WIB
Pemerintah dinilai salah sasaran dalam melakukan pemberantasan penyebaran narkoba dengan selalu menangkap kurir, alih-alih otak sindikat narkotika.
Perwakilan Komnas HAM, Imparsial, KontraS, Human Rights Working Group, LBH Masyarakat, PBHI, dan Human Rights Watch saat menyampaikan penolakan eksekusi mati yang dilakukan pemerintah di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta, Senin (19/1). (CNN Indonesia/ Lalu Rahadian)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah selama ini dinilai salah sasaran dalam melakukan pemberantasan persebaran narkoba di Indonesia. Belum ada keberanian yang ditunjukkan pemerintah untuk melenyapkan jaringan besar produksi dan distribusi narkoba hingga saat ini.

Wakil Ketua Human Rights Working Group, Chairul Anam, mengatakan sejak 15 tahun terakhir pihak kepolisian selalu menangkap kurir narkoba.

"Hampir semua jaringan narkotika di Indonesia tak pernah dibongkar dan ditangkap. Kalaupun ada pembokaran pabrik narkoba yang ditangkap juga hanya penjaganya," kata Chairul saat memberikan pernyataan penolakan eksekusi mati terpidana narkoba bersama delapan lembaga HAM di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta, Senin (19/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kedelapan LSM HAM yang bergabung dalam aksi penolakan eksekusi mati antara lain, Komnas HAM , KontraS, Imparsial, Human Rights Working Group, LBH masyarakat, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), dan Human Rights Watch. 

Anam menduga selama ini pihak kepolisian sengaja memelihara keberadaan jaringan besar narkotika di Indonesia. Oleh karena itu, katanya, nyaris tak pernah ada penangkapan produsen maupun distributor besar narkoba yang dilakukan kepolisian.

"Yang ada selama ini (jaringan narkoba di Indonesia) dipelihara. Makanya, ada tindak kejahatan di Lembaga Pemasyarakatan (LP). Tidak hanya di luar saja, di dalam LP juga ada," ujar dia.

Dalam kesempatan yang sama, Anam juga mengingatkan kejanggalan kasus penangkapan kurir narkoba asal Inggris, Lindsay Sandiford, di Bandara Ngurah Rai Bali 2012 lalu. Saat itu, Lindsay yang tertangkap tangan membawa 4,7 kilogram kokain ke Indonesia dijatuhi hukuman mati.

Namun, kata Anam, beberapa 'atasan' Lindsay yang tertangkap setelahnya hanya dijatuhi hukuman enam tahun penjara.

"Itu menunjukkan tidak ada yang serius ngomongin darurat narkoba di negara ini. Nggak ada. Kalau ada seharusnya selama 15 tahun ini kebongkar jaringan narkoba di Indonesia," kata Anam.

Sementara itu, Koordinator KontraS, Haris Azhar, mengatakan hukuman mati yang dilakukan pemerintah terhadap mayoritas terpidana narkoba tidak tepat sasaran.

Menurut Haris, pemerintah dan lembaga kepolisian seharusnya melakukan penyelidikan mendalam terhadap para terpidana. Jika penyelidikan dilakukan, bukan tidak mungkin jaringan besar penyebaran narkoba di negara ini akan segera terungkap.

"Kalau mereka dihukum mati kan jadi menghilangkan informasi untuk membongkar kejahatan narkoba tersebut," ujar Haris.

Sebelumnya, pemerintah telah mengeksekusi mati enam terpidana narkoba, pada Minggu (18/1). Keenam terpidana tersebut adalah Ang Kiem Soei warga negara Belanda; Namaona Denis warga negara Malawi; Marco Archer Cardoso Moreira warga negara Brazil; Daniel Enemuo warga negara Nigeria; Rani Andriani dari Cianjur dan Tran Thi Bich Hanh warga negara Vietnam. (utd/agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER