Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menggunakan penembak jitu atau
sniper untuk mengatasi tingginya angka kriminalitas di Jakarta menuai kritik, salah satunya dari sejarawan JJ Rizal. Ide penggunaan penembak jitu dilontarkan Ahok ketika ditanya soal predikat baru Jakarta sebagai kota paling tak aman di dunia. (Baca
Survei: Jakarta Kota Paling Tak Aman Sejagat)
"Kami akan pasang CCTV (
Closed Circuit Television). Kami juga sudah sumbang 300 motor ke aparat keamanan, termasuk Kepolisian. Selain itu, kami akan memonitor setiap sudut kota dengan penembak jitu. Kalau (ada penjahat) macam-macam, akan kami lumpuhkan kalau mereka bersenjata. Tembak saja kalau macam-macam," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (28/1).
JJ Rizal heran dengan jawaban Ahok. "Kenapa jawabannya begitu? Lalu apa bedanya dia dengan Soeharto?" kata Rizal kepada CNN Indonesia. Menurutnya, Ahok seharusnya bisa bertindak lebih cerdas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara kriminolog Universitas Indonesia, Ferdinand T. Andi Lolo, menyatakan pengerahan regu tembak tidaklah efektif untuk meredam kriminalitas. "Ketika mereka lapar serta tidak punya pekerjaan, mereka akan kembali melakukan kejahatan," kata dia.
Penembak jitu dinilai hanya akan menimbulkan efek jera dalam waktu singkat. "Itu tidak menyelesaikan akar masalah. Yang harus dipikirkan bagaimana caranya agar orang tidak melakukan kejahatan," ujar Ferdinand.
Menurutnya, angka kesejahteraan sangat berpengaruh terhadap kriminalitas suatu tempat. Oleh sebab itu kesejahteraan masyarakat jadi faktor penting yang harus dipikirkan pemerintah.
"Ketika mereka kenyang, anak mereka bisa sekolah, mereka punya pekerjaan, mereka punya pilihan sehingga tidak akan melakukan kejahatan yang berkonsekuensi merampas semua kenyamanan hidup mereka," kata Ferdinand.
Paling banyak terjadi saat ini adalah para penjahat melakukan tindak kejahatan karena tidak punya pilihan. "Mereka terpaksa melakukan kejahatan untuk bisa bertahan hidup. Mereka berpikir kalau tidak melakukannya, mereka akan mati. Sementara kalau melakukan kejahatan, masih ada pilihan untuk menikmati hasilnya," ujar Ferdinand.
Survei Economist Intelligence Unit menempatkan Jakarta, Tehran, Ho Chi Minh, Johannesburg, Riyadh, Kota Meksiko, Mumbai, Moskow, Delhi, dan Istanbul sebagai 10 kota paling tidak aman di dunia. Sementara Tokyo, Singapura, Osaka, Stockholm, Amsterdam, Sydney, Zurich, Toronto, Melbourne, dan New York diberi predikat 10 kota teraman di dunia.
Survei tersebut meneliti 50 kota di dunia dengan memasukkan 40 indikator kuantitatif dan kualitatif sebagai parameter. Ke-40 indikator tersebut terbagi dalam empat kategori tematik yakni keamanan digital, jaminan kesehatan, infrastruktur, dan personal. Setiap kategori terbagi lagi ke dalam tiga hingga delapan subindikator, misalnya langkah kebijakan dan frekuensi kecelakaan lalu lintas.
(meg)