Bos PT Dutapalma Sudah Dicegah KPK ke Luar Negeri

Rosmiyati Dewi Kandi | CNN Indonesia
Kamis, 05 Feb 2015 10:09 WIB
Pencegahan Surya Darmadi ke luar negeri terkait dengan kasus dugaan korupsi yang membelit mantan Gubernur Riau Annas Maamun (AM).
Petugas KPK memperlihatkan barang bukti uang milik tersangka Gubernur Riau Annas Maamun atas operasi tangkap tangan (OTT), Jumat 26/ September 2014). (Detik Foto/Rachman Haryanto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah bos PT Dutapalma Nusantara, Surya Darmadi, ke luar negeri. Pencegahan Surya terkait dengan kasus dugaan korupsi yang membelit mantan Gubernur Riau Annas Maamun (AM).

Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha mengonfirmasi pencegahan tersebut. "Benar dicegah ke luar negeri sejak 5 November 2014 selama enam bulan," kata Priharsa kepada CNN Indonesia, Rabu petang (4/2).

Surya Darmadi telah beberapa kali menjalani pemeriksaan KPK sebagai saksi untuk tersangka Annas yang diduga menerima duit suap. Pemeriksaan terhadap Surya dilakukan di Riau pada akhir tahun 2014.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

KPK belum mengonfirmasi keterkaitan Surya dalam kasus yang terungkap lewat operasi tangkap tangan itu. Namun Priharsa memastikan pencegahan Surya ke luar negeri terkait Annas. "Terkait kasus AM," ujar Priharsa.

Annas Maamun tertangkap tangan ketika menerima duit suap dari seorang pengusaha bernama Gulat Medali Emas Manurung pada 25 September 2014. Penangkapan terjadi di kediaman Annas di Perumahan Citra Gran Blok RC 3 Nomor2, Cibubur, bersama barang bukti uang senilai Sin$ 156 ribu, Rp 400 juta, dan Rp 60 juta.

Dalam persidangan pekan lalu, 29 Januari 2015, Gulat membeberkan permintaan duit dari Annas untuk memuluskan revisi alih fungsi kawasan hutan yang dimohonkan oleh PT Dutapalma Nusantara. Dutapalma merupakan anak usaha dari PT Darmex Agro. Di Darmex Agro, nama Surya Darmadi tercantum sebagai Presiden Direktur.

Menurut Gulat, perusahaan yang berbasis di Riau itu menyanggupi untuk membayar uang pelicin sebesar Rp 8 miliar.

"PT Dutapalma menjanjikan Rp 8 miliar untuk Annas, tetapi baru realisasi Rp 3 miliar tanggal 18 (September)," kata Gulat dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kamis (29/1).

Untuk menutupi kekurangan Rp 5 miliar, Gulat meminjam uang rekannya yaitu Edison Marudut Marsdauli. Sebagai perantara suap, Gulat menerima Rp 100 juta.

PT Dutapalma sebelumnya meminta Gulat untuk memasukkan lahan perusahaan itu dalam daftar permohonan revisi alih fungsi lahan hutan di Riau. Pasalnya, lahan milik Dutapalma belum berstatus dapat ditanami sawit.

Saat itu, berdasarkan surat dakwaan Gulat, mantan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan membuka kesempatan kepada korporasi untuk mengajukan revisi alih fungsi lahan dari kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan seluas 30 ribu hektare.

Hari ini, Kamis (5/2), Gulat bakal menjalani sidang tuntutan jaksa KPK. Gulat didakwa menyuap Annas senilai Rp 2 miliar untuk memuluskan alih fungsi atas lahan miliknya.

Dalam usul revisi kedua, Annas menerbitkan Surat Gubernur Riau Nomor 050/BAPPEDA/8516 untuk mengajukan area tambahan milik Gulat di daerah Kabupaten Kuantan Singingi seluas 1.188 hektare dan Bagan Sinembah di Kabupaten Rokan Hilir seluas 1.214 hektare.

Kawasan hutan milik Gulat berstatus Hutan Tanaman Industri (HTI) dan ingin dibebaskan menjadi Areal Penggunaan Lain (APL) agar dapat ditanami sawit.

Atas tindak pidana tersebut, Gulat didakwa melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Ancaman pidana untuk Gulat yakni lima tahun penjara. (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER