Jakarta, CNN Indonesia -- Saksi kasus korupsi simulator Surat Izin Mengemudi (SIM) Sukotjo Sastronegoro Bambang mengaku menyiapkan dokumen empat perusahaan bayangan untuk mengikuti lelang fiktif. Dokumen perusahaan itu dibuat atas perintah Teddy Rusmawan (Ketua Panitia Lelang Simulator SIM tahun 2011), Ni Nyoman Suartini (Sekretaris), dan Budi Santoso (Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi).
"Pelelangan dilakukan untuk formalitas," ujar Sukotjo saat bersaksi untuk terdakwa Brigadir Jenderal Didik Purnomo di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (5/2).
Ketiga orang tersebut selanjutnya meminta kemenangan mutlak lelang fiktif oleh PT Citra Mandiri Metalindo Abadi. Empat perusahaan yang dokumennya direkayasa agar bisa mengikuti lelang adalah PT Bentina Agung, PT Kolam Intan, PT Digo Mitra Slogan dan PT Prima Kasih Sentosa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam menyiapkan dokumen administrasi perusahaan tersebut, Sukotjo dibantu oleh pekerja lepas Warsono Sugantoro alias Jumadi. "Masing-masing perusahaan diberi Rp 15 juta," kata Sukotjo.
Padahal, kata Sukotjo, perusahaan tersebut tidaklah aktif bekerja. "Seluruh pekerja perusahaan adalah sebagian pegawai saya, sebagian dari Jumadi," ujarnya.
Hal senada diucapkan oleh Jumadi pada sidang sebelumnya, Kamis (22/1). Ia membenarkan adanya persekongkolan di antara pejabat Polri dan perusahaan penggarap. Dalam proyek tersebut, terdakwa Didik bertanggungjawab sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Didik didakwa mengetahui penunjukan langsung perusahaan pemenang lelang PT Citra Mandiri Metalindo Abadi milik Budi Santoso melalui lelang fiktif. Padahal, pelelangan tak pernah dilakukan. Meski perusahaan tersebut dinyatakan sebagai pemenang tender, namun proyek justru digarap oleh PT Inovasi Teknologi Indonesia, perusahaan yang dikelola oleh Sukotjo.
Merujuk berkas dakwaan, didik menerima duit panas senilai Rp 50 juta dari proyek senilai Rp 200 miliar. Duit itu juga mengalir ke mantan Kepala Korlantas Polri Inspektur Jenderal Djoko Susilo dan Budi Santoso. Negara pun rugi hingga Rp 121,83 miliar.
Atas tindak pidana tersebut, Didik dijerat Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 dan 56 KUHP. Mantan Wakil Kepala Korlantas Polri itu terancam hukuman penjara selama 20 tahun.
(sur/sur)