Jakarta, CNN Indonesia -- Perantara suap bekas Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, Muhtar Ependy, menawarkan bantuan hukum dalam sengketa pilkada kepada bekas Wali Kota Palembang Romi Herton. Bantuan hukum tersebut berupa seorang pengacara bernama Kamarussalam alias Polo yang diklaim telah berpengalaman dalam sejumlah gugatan di MK.
Melalui pengacara tersebut, Muhtar juga menerima sejumlah informasi detil terkait sengketa. Dalam perkembangannya, Muhtar juga turut memonitor jalannya sidang sengketa tersebut.
"Saat itu, kami duduk berempat, saya, istri saya, Pak Muhtar, dan Polo. Polo ini berpengalaman kata Muhtar," ujar Romi dalam sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (2/2). Keempatnya tengah bertemu di Hotel Gren Melia, Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertemuan tersebut terjadi pada akhir April 2013, selang beberapa minggu setelah Romi dinyatakan kalah dalam pilkada pada tahun tersebut. Dalam pertemuan itu, Polo menuturkan perlu bukti-bukti yang kuat untuk memenangkan sengketa di MK.
Saat itu, Romi telah menyiapkan tim kuasa hukum untuk mengajukan gugatan di MK yakni Sirra Prayuna dari PDIP dan Ari Amir Yusuf. "Tapi kalau memang diperlukan (kuasa hukum tambahan lainnya), kalau bayar seadanya, bisa lah. Siapa tahu dia benar pengacara yang jago," katanya.
Tiga hari kemudian, Polo ditunjuk sebagai tim kuasa hukum. Romi selanjutnya mengenalkan Polo kepada anggota lain. "Ari Amir nanya, siapa Komarussalam?" ujar Romi menirukan pertanyaan Amir.
Dalam perkenalan, Romi menjelaskan Polo aktif berperkara di MK. Selain Polo, saat itu Romi juga menegenalkan pengacara dari PPP, Wakil Kamal.
Namun dalam praktiknya, Polo dinilai tak banyak membantu. "Menurut info, Polo hanya ikut satu kali sidang. Satu kali juga (ikut rapat). Saya tidak pernah menegur karena tim harus solid," kata Romi.
Muhtar membrandol jasa Polo senilai Rp 200 juta. Namun, Romi melalui istrinya Masyitoh baru membayar Rp 100 juta. Menurut pengakuan Polo dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Kamis, 27 November 2014 lalu, sebanyak Rp 75 juta masuk ke kantung Polo. Sementara sisanya, mengalir ke Muhtar.
Kendati demikian, Romi mengaku kecewa dengan kinerja Muhtar dan Polo. "Saya kecewa, Pak Polo tidak bisa berbuat apa-apa. Saat sidang sudah kecewa. Saat menang sidang, itu juga bukan karena bantuan Muhtar Ependy," katanya.
Merujuk berkas dakwaan, Muhtar dinilai aktif memuluskan gugatan perkara Romi. Kasus tersebut ditangani oleh Akil sebagai ketua panel. Romi melalui Masyitoh meminta Muhtar memuluskan jalan persidangan untuk memenangkan perkara. Muhtar, diyakini Masyitoh, mengenal dekat dengan Akil Mochtar.
Duit senilai Rp 14 miliar dan US$ 316 ribu pun digelontorkan ke Akil. MK lantas menetapkan Romi sebagai pemenang dengan selisih suara sebanyak 23 suara.
Atas tindak pidana tersebut, Romi dan Masyitoh didakwa melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 KUHP. Keduanya diancam penjara 15 tahun.
(rdk)