Jakarta, CNN Indonesia -- Saksi kasus korupsi proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) Hambalang sekaligus makelar auditor Yahya Novianto mengaku ada laporan palsu yang dibuat PT Dutasari Citra Laras (PT DCL). Laporan tersebut ditujukan untuk mangkir dari pembayaran pajak.
Modusnya, melalui pembuatan faktur pembelian palsu. "Saya disuruh mencari auditor oleh Pak Roni Wijaya (Direktur Operasional PT DCL), diminta cari faktur pembelian palsu. Saya dapat imbalan Rp 125 juta," ujar Yahya saat bersaksi untuk terdakwa kasus korupsi Hambalang sekaligus Direktur Utama PT DCL Machfud Suroso di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (28/1).
Diketahui, PT DCL merupakan subkontraktor penggarap proyek mekanikal elektrik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak puas dengan jawaban Yahya, jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) milik Yahya. "Karena Pak Mahfud tidak mau bayar pajak mahal, maka saya (Yahya) disuruh cari perusahaan yang mau menjual fakturnya sehingga seolah-olah PT DCL telah membeli material," kata jaksa membacakan BAP.
Alhasil, kekurangan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen bisa dimanipulasi. Dalam BAP tersebut, jaksa melanjutkan, Mahfud Suroso mengatakan kepada seorang auditor yang ditunjuk yakni Irfan Nurandri untuk membuat laporan merugi.
"Dan disuruh buat biaya-biaya fiktif," ujar jaksa.
Senada dengan kesaksian Yahya, Irfan mengaku menemukan adanya keuntungan senilai Rp 28 miliar. Temuan tersebut setelah diketahui adanya faktur pembelian palsu.
Pada sidang sebelumnya, ihwal laporan palsu juga disebutkan oleh Staf Administrasi Keuangan PT DCL Budi Margono. Rabu (21/1), Budi menuturkan ada pemalsuan faktur pembelian untuk mengurangi jumlah nominal pajak yang dibayar oleh perusahaannya.
Merujuk berkas dakwaan, Machfud Suroso, didakwa memanipulasi laporan keuangan pada 2012 yang menyebabkan kerugian negara Rp 465 miliar. Dari angka tersebut, duit panas senilai Rp 46,5 miliar dikantongi Machfud dan sisanya diterima oleh sejumlah pihak.
Atas tindak pidana tersebut, Machfud diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
(rdk/obs)