Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Jenderal Pemasyarakatan Handoyo Sudrajat mengancam akan menjemput paksa terpidana pencucian uang Aiptu Labora Sitorus jika tak kooperatif. Handoyo bahkan siap meminta bantuan TNI dan Polri untuk menjemput mantan anggota Polres Raja Ampat itu.
Menurut Handoyo, sampai saat ini Labora belum dieksekusi. "Rencananya akan mengerahkan pasukan (TNI dan Polri) kalau dalam waktu dua pekan tidak dikembalikan ke Lembaga Pemasyarakatan Sorong," kata Handoyo ketika dihubungi CNN Indonesia, Kamis (5/2).
Pengerahan pasukan akan dilakukan setelah koordinasi dilakukan dengan Polda Papua Barat, Kejaksaan Agung, dan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Papua Barat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly memberikan waktu dua minggu kepada pihak terkait untuk segera menjebloskan Labora ke penjara. Waktu tersebut terhitung sejak Rabu (4/2) kemarin.
"Sekarang bagaimana Kapolda menjawab permintaan Pak Menteri dalam dua minggu," kata Handoyo. Saat ini, Labora tengah berada di kediamannya di Sorong, Papua Barat.
Labora Sitorus keluar dari penjara berdasarkan Berita Acara Pengeluaran Tahanan karena yang dikeluarkan Lembaga Pemasyarakatan (LP) Sorong. Namun, Kementerian hukum dan HAM menganggap surat tersebut tidak sah lantaran tidak sesuai prosedur formal.
"Surat memang benar ditandatangani Plh Kalapas Sorong Isak Wanggai tapi tidak sesuai prosedur. Nomor suratnya tidak ada," ujar Handoyo.
Berpegang surat tersebut, ia menghirup udara bebas. Namun, pada 17 September 2014, Labora divonis 15 tahun penjara sesuai dengan keputusan Mahkamah Agung (MA).
Terlebih, tak ada perpanjangan penahanan dari kejaksaan. Surat tersebut dikeluarkan Lapas Sorong pada 24 Agustus 2014 untuk Labora.
Labora memiliki uang dalam rekening yang jumlahnya tak wajar. Uang tersebut merupakan hasil dari tindak pidana pencucian uang dan penyelundupan bahan bakar minyak sebesar Rp 1,5 triliun.
Terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang dan penyelundupan BBM, ia divonis oleh Pengadilan Tipikor Sorong dua tahun penjara dan denda Rp 50 juta. Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi Papua memvonisnya lebih berat yakni delapan tahun penjara dan denda Rp 50 juta.
Delapan tahun dinilai belum cukup bagi Labora. Hakim Mahkamah Agung di tingkat kasasi menghukumnya lebih berat. Dalam keputusan yang dikeluarkan pada 17 September 2014 lalu, MA mengabulkan kasasi jaksa dan memperberat vonis menjadi 15 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar.
(sur/agk)