Jakarta, CNN Indonesia -- Karut-marut pemilihan calon Kapolri belakangan ini dinilai tidak lepas dari kinerja Komisi Kepolisian Nasional yang buruk. Beberapa pengamat politik meminta Presiden Joko Widodo mengevaluasi lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2011 ini.
Ray Rangkuti, pengamat politik dari Lingkar Madani Indonesia menilai peran Kompolnas dalam pencalonan Kapolri selama ini hanya bersifat administratif. Dia menyayangkan Kompolnas tidak aktif melihat rekam jajak perwira tinggi Polri sebelum mengajukan calon orang nomor satu di kepolisian.
"Tugas utama Kompolnas seharusnya menyaring calon Kapolri berdasarkan jejak rekam kariernya," kata Ray di Jakarta, Jumat (6/2). Tidak hanya itu, Ray berkata Kompolnas juga harus melihat kedekatan perwira tinggi di Trunojoyo dengan partai politik sebelum mencalonkannya sebagai Kapolri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagaimana diatur pasal 3 perpres tersebut, Kompolnas juga berfungsi untuk mengawasi serta memberikan penilaian terhadap kinerja dan integritas anggota kepolisian. Dengan mencalonkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai calon Kapolri, Ray menuturkan Kompolnas sudah mengabaikan fungsi mereka.
"Ini adalah cermin efektifitas lembaga ini dalam mengawal polisi yang diduga melanggar aturan," ujarnya.
Senada dengan Ray, Arif Susanto, peneliti dari Indonesia Institute for Development and Democracy juga mencermati satu kelalaian Kompolnas saat mengajukan Budi ke presiden. Dia mengatakan, Kompolnas tidak melibatkan Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti) sebagai lembaga internal yang paling tahu rekam jejak perwira Polri.
"Kapolri Jenderal Sutarman bahkan tidak dimintai pendapatnya dalam pencalonan ini. Kompolnas juga mengabaikan laporan PPATK tentang dugaan rekening gendut polisi," tuturnya.
Dengan alasan-alasan tadi, Arif mendesak presiden melakukan evaluasi terhadap Kompolnas. "Direvitalisasi saja," katanya.
(meg)