Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menilai kasus Bambang Widjojanto yang diperkarakan ke Kepolisian bisa mengancam marwah MK. Pasalnya, kasus Bambang seharusnya selesai ketika palu diketok di persidangan.
Menurut Mahfud, saksi yang memaparkan kesaksian di hadapan majelis hakim persidangan MK telah diambil sumpahnya. Persoalan akan jadi runyam jika semua orang yang berperkara kemudian disuruh datang ke notaris untuk menyatakan telah membuat kesaksian palsu.
"Saya menilai itu berbahaya bagi MK. Bisa-bisa semua perkara akan begitu," ujar Mahfud usai bertandang ke Gedung KPK, Jakarta, Jumat (6/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mahfud menyatakan perkara sengketa Pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, tidak ada kaitannya dengan sangkaan tindak pidana yang dituduhkan terhadap Bambang. Perkara itu dinilai sepele dan sudah final di persidangan MK.
Mahfud khawatir nantinya orang-orang yang kalah saat berperkara di MK bisa memaksa saksi untuk mengaku telah memberikan keterangan palsu. "Ini
cilaka namanya. Orang-orang bisa jadi takut untuk memberikan kesaksian," ujar Mahfud.
Bareskrim Mabes Polri menangkap Bambang pada Jumat pagi (23/1). Bambang ditengarai melanggar Pasal 242 juncto Pasal 55 KUHP dalam kasus kesaksian palsu saat menjadi kuasa hukum perkara sengketa Pilkada Kabupaten Kotawaringin Barat mewakili pasangan calon Ujang Iskandar dan Bambang Purwanto di MK tahun 2010.
Menurut kuasa hukum Bambang, Dadang Tri Sasongko, apa yang dilakukan Bambang saat menjadi advokat merupakan hal lumrah.
"Pak Bambang memberikan
briefing kepada saksi di MK. Jumlah saksi di MK mencapai puluhan, di-
brifieng supaya efektif dan tidak bertele-tele dan jangan sampai grogi. Semua itu memang harus dilakukan," ujar Dadang.
Bambang dinilai tak menyuruh salah seorang saksi bernama Ratna Mutiara untuk memberikan kesaksian palsu. "Yang kami harapkan ada proses di Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia) untuk memverifikasi dan menghasilkan satu putusan. Yang penting ada statement bahwa tidak ada pelanggaran etik setelah mereka memeriksa Pak Bambang," ucap Dadang.
Pada 28 Juni 2010, Ratna bersaksi di depan tiga hakim MK yakni Hakim Ketua Akil Mochtar, Hakim Anggota Hamdan Zoelva, dan Hakim Anggota Muhammad Alim.
Merujuk risalah sidang dalam situs resmi MK, Ratna mengaku telah didatangi oleh tim sukses rival Ujang, yakni Sugianto dan Eko Sumarno. Sebagai tokoh masyarakat, Ratna saat itu ditawari menjadi bagian dari tim sukses Sugian dan Eko. Namun Ratna menolak lantaran tak mau memecah suara warga.
"Tanggal 21 (Mei), hari Minggu, Bapak Sugian hadir di balai desa untuk menyampaikan visi dan misi. Itu memberikan uang sebesar Rp 100 ribu untuk setiap yang hadir, dan menjanjikan kalau Bapak Sugian menang di daerah kami, maka kebun PT Astra boleh diambil sawitnya 2 hektare untuk tiap orang," ujar Ratna merujuk pada risalah sidang.
Kemudian, kata Ratna, tiga hari sebelum pemilihan, tiap warga di delapan rukun tetangga (RT) diberi duit Rp 150 ribu oleh Tim Sukses Sugian-Eko.
Atas kesaksian tersebut, Dadang menilai Ratna tak memberikan kesaksian palsu. "Ratna tetap berkukuh terhadap kesaksiannya. Justru saksi lain yang memberatkan hukuman Ratna," kata Dadang.
(agk)