Kasus Samad, Dokumen Mahfud juga Pernah Dipalsukan

Gilang Fauzi | CNN Indonesia
Jumat, 06 Feb 2015 15:26 WIB
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu menilai pihak kepolisian terlalu berlebihan dalam memperkarakan kasus Abraham Samad.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu menilai pihak kepolisian terlalu berlebihan dalam memperkarakan kasus Abraham Samad. (CNN Indonesia/Aghnia Adzkia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menilai pihak kepolisian terlalu berlebihan dalam memperkarakan dugaan kasus pemalsuan dokumen yang menimpa Ketua KPK Abraham Samad. Pasalnya, hal itu dianggap persoalan sepele dan pernah menimpa dirinya saat menjabat sebagai Menteri Pertahanan era Abdurrahman Wahid.

Ketika itu, Mahfud yang tidak meminta surat pindah tiba-tiba mendapat Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk baru sebagai penghuni rumah dinas negara. "Itu namanya pelanggaran bersifat mala prohibita. Tapi itu kan tidak melanggar rasa keadilan," ujar Mahfud usai berkunjung ke Gedung KPK, Jumat (6/2).

Mahfud mengatakan, mala prohibita merupakan istilah yang merujuk pada suatu pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang, tapi tidak menimbulkan kerugian bagi siapapun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagai contoh, kata Mahfud, seseorang menerabas lampu merah pada waktu tengah malam. Hal itu dinilai oleh Mahfud melanggar aturan, tapi tidak merugikan orang lain lantaran situasi jalanan sedang sepi.

"Jadi kalaupun ada hukuman, seharusnya dibuat tidak terlalu serius. Sama juga seperti orang yang dituduh memalsukan dokumen padahal masalahnya sepele," ujar Mahfud.

Menurut Mahfud, tudingan pemalsuan dokumen yang menimpa Samad merupakan hal lumrah. Pasalnya, pembuatan Kartu Keluarga atau KTP bisa didasari oleh banyak alasan. "Hakim-hakim dan pejabat pun banyak yang punya KTP lebih dari satu," ujarnya.

Samad dilaporkan dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen yang dituduhkan Bareskrim Mabes Polri, terkait kepemilikan Kartu Keluarga dan KTP atas nama Feriani Lim (27).

Perkara tindak pidana pemalsuan surat dan atau tindak pidana administrasi kependudukan itu diatur dalam pasal 263 ayat (1), (2) subsider pasal 264 ayat (1), (2) lebih subs pasal 266 ayat (1), (2) KUHPidana dan atau pasal 93 Undang-Undang RI No 23 Tahun 2006 yang telah dilakukan perubahan ke Undang-Undang N0 24 Tahun 2013. (meg)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER