Jakarta, CNN Indonesia -- Jenderal bintang dua, Irjen Djoko Susilo tak hadir dalam persidangan terdakwa kasus korupsi simulator Surat Izin Mengemudi (SIM), Brigjen Didik Purnomo, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (5/2). Bekas Kepala Korps Lalu Lintas Mabes Polri itu sedianya menjadi saksi dalam sidang bekas wakilnya, yang sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen proyek tersebut.
"Kami menghadirkan dua saksi, yang pertama Budi Susanto (Direktur PT PT Citra Mandiri Metalindo Abadi) dan Djoko Susilo (bekas Kepala Korlantas Mabes Polri). Tapi yang bisa hadir hanya satu. Djoko Susilo tidak bisa hadir karena sakit," ujar tim jaksa yang diketuai oleh KMS A Roni, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (12/2).
Keterangan Djoko Susilo selaku Kuasa Pembuat Anggaran (KPA) proyek tersebut dibutuhkan oleh tim jaksa untuk membuktikan keterlibatan Didik dalam korupsi proyek tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, Djoko dalam kasus yang sama telah diputus oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor dan diperberat dalam putusan kasasi Mahkamah Agung. Alhasil Djoko divonis 18 tahun penjara dan denda Rp 32 miliar.
Dalam proyek tersebut, Djoko memerintahkan pemalsuan tanda tangan dirinya untuk mempercepat pencairan anggaran yang sedianya baru dilakukan pada Juli 2011. Djoko terbukti memerintahkan Bendahara Satker Kompol Legimo.
Pemalsuan tanda tangan juga dinilai dilakukan oleh Didik dalam resume kontrak. Resume tersebut digunakan sebagai syarat pencairan dana. Selain itu, dibutuhkan Surat Perintah Membayar (SPM).
Lebih jauh, Didik dinilai telah lalai melaksanakan tugas. Sejumlah pekerjaan tak ia lakukan sebagai PPK, yaitu tidak menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang menyebabkan penggelembungan anggaran. HPS justru dibuat oleh pihak rekanan, Sukotjo Bambang selaku Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia.
Didik didakwa menikmati duit panas senilai Rp 50 juta dan memperkaya orang lain yakni Djoko Susilo (mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri) sebesar Rp 32 miliar, serta Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi Budi Santosa sebesar Rp 93,381 miliar.
Selain itu, pihak lain yang diindikasikan menerima duit panas yaitu Sukotjo Bambang sebesar Rp 3,9 miliar, dan Bagian Keuangan Mabes Polri Darsian senilai Rp 50 juta.
Nilai proyek tersebut mencapai Rp 200 miliar. Namun, atas tindak pidana yang dilakukan Didik dan pihak lain, negara merugi Rp 121,83 miliar.
Atas tindak pidana tersebut, Didik dijerat Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 dan 56 KUHP. Ancaman hukuman bagi Didik yakni 20 tahun penjara.
(meg)