Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi, Budi Susanto, menyangkal dirinya terlibat dalam kongkalikong pembuatan anggaran Harga Perkiraan Sendiri (HPS) proyek simulator Surat Izin Mengemudi (SIM) tahun 2011. Namun, pernyataan Budi berkebalikan dengan saksi lain yang menuding dirinya sebagai otak dalam penyusunan harga.
"Saya tidak tahu (HPS) karena bukan urusan saya dan bukan tanggung jawab saya," ujar Budi saat bersaksi untuk terdakwa kasus simulator SIM sekaligus bekas Wakil Korlantas Mabes Polri Brigjen Didik Purnomo di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (12/2).
Seharusnya, HPS dibuat oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek tersebut, Didik Purnomo. Namun, berdasar keterangan direktur perusahaan penggarap lainnya, PT Inovasi Teknologi Indonesia, Sukotjo Sastronegoro Bambang, HPS dibuatnya atas perintah Budi. Sukotjo pun mengakui adanya pembuatan manipulasi yang menyebabkan penggelembungan anggaran dalam HPS proyek simulator SIM berdasar instruksi Budi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pernah diminta Budi Santoso untuk membuat HPS
driving simulator SIM roda dua dan roda empat. Saya bikin bulat tapi dipaksa buat yang rincian," ujar Sukotjo di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (5/2). Budi, menurut Sukotjo, telah bersekongkol oleh pihak Polri.
Mengonfirmasi pernyataan tersebut, jaksa menanyakan kembali soal keterlibatan Budi dalam menyusun HPS, sebagai salah satu modus korupsi. "Apakah benar Sukotjo menyebut Saudara menyuruh membuat HPS?" tanya seorang jaksa.
Dengan tegas, Budi menampiknya. "Tidak," ujarnya singkat.
Alih-alih menyusun HPS, Budi mengaku justru hanya membuat harga penawaran selaku perusahaan peserta lelang proyek. "Kami buat kalau untuk penawaran, tapi Korlantas bisa menolak," ujar Budi. Pihaknya juga menegaskan tak ada koordinasi dengan pihak Korlantas Polri untuk membuat harga penawaran mendekati HPS.
Tak puas, jaksa kembali mencecar keterlibatan dirinya dalam pemenangan lelang. Merujuk berkas dakwaan, perusahaan yang dipimpin Budi dinobatkan menjadi perusahaan penggarap melalui lelang fiktif yang melibatkan sejumlah perusahaan boneka. Namun, Budi pun mengelak. Dia tetap bersikukuh dirinya dan perusahaan yang ia pimpin bersih dari kongkalikong dengan Korlantas Polri.
Merujuk berkas dakwaan, Didik dinilai lalai dengan tak menyelesaikan HPS. HPS justru dibuat oleh pihak rekanan, Sukotjo Bambang, yang menyebabkan penggelembungan anggaran.
Didik didakwa menikmati duit panas senilai Rp 50 juta dan memperkaya orang lain yakni Djoko Susilo (mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri) sebesar Rp 32 miliar, serta Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi Budi Santosa sebesar Rp 93,381 miliar.
Selain itu, pihak lain yang diindikasikan menerima duit panas yaitu Sukotjo Bambang sebesar Rp 3,9 miliar, dan.Bagian Keuangan Mabes Polri Darsian senilai Rp 50 juta. Atas tindak pidana yang dilakukan Didik dan pihak lain, negara merugi Rp 121,83 miliar.
Didik dijerat Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 dan 56 KUHP. Ancaman hukuman bagi Didik yakni 20 tahun penjara.
(meg)