Jakarta, CNN Indonesia -- Terdakwa kasus suap sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK) sekaligus bekas Wali Kota Palembang Romi Herton dan istrinya, Masyitoh, dituntut sembilan dan enam tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis (12/2).
"Kami memohon majelis hakim agar menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Romi Herton dengan pidana penjara 9 tahun dan denda Rp 400 juta subsider lima bulan dan kepada Masyitoh enam tahun dan denda Rp 300 juta subsider empat bulan kurungan," ujar Jaksa Pulung Rinandoro saat sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (12/2).
Baik Romi maupun Masyitoh dinilai tak mendukung upaya pemerintah memberantas korupsi. Selain itu, jaksa menuntut Romi untuk dicabut hak politiknya, baik memilih maupun dipilih dalam pemilu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keduanya didakwa menyuap mantan Ketua MK Akil Mochtar saat mengajukan gugatan sengketa Pilkada di MK. Gugatan diajukan lantaran Romi gagal menyabet jabatan Wali Kota Palembang. Komisi Pemilihan Umum Palembang menetapkan dirinya kalah delapan suara dari rivalnya, Sarimuda dan Nelly. Kasus Romi, ditangani oleh Hakim Ketua Akil Mochtar bersama dengan Hakim Anggota Maria Farida Indrati dan Hakim Anggota Anwar Usman.
"Agar permohonannya dikabulkan, Romi meminta tolong Muhtar selanjutnya Muhtar memberitahu ke Akil. Permintaan disetujui Akil untuk meminta menyampaikan ke Romi mempersiapkan uang," ujar Jaksa Budi Nugraha.
Dalam komunikasinya, mereka menggunakan istilah "pempek" yang berarti duit suap. Pada tanggal 13 Mei 2013, Masyitoh menyerahkan Rp 11,3 miliar dan USD 316 ribu kepada Muhtar. Pada 20 Mei 2013, majelis hakim MK memenangkan gugatan Romi dan Harno.
Akil pun melalui putusan MK membatalkan berita acara rekapitulasi oleh KPU Kota Palembang. Akil menetapkan Romi memenangkan pemilu dengan perolehan suara sebanyak 316.919 suara. Jumlah tersebut mengalahkan rivalnya Sarimuda dan Nelly dengan selisih suara sebanyak 23 suara. Setelah putusan, Romi dan Masyitoh menyerahkan duit sebanyak Rp 2,75 miliar.
Atas tindak pidana tersebut, Romi dan Masyitoh didakwa melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. juncto pasal 55 ayat 1 KUHP.
Menanggapi putusan, Romi dan Masyitoh enggan berkomentar. "
No comment," ujar Romi singkat sembari ke luar ruang sidang. Masyitoh pun hanya diam dan menggelengkan kepalanya.
Sementara itu, kuasa hukumnya, Sirra Prayuna menuturkan tuntutan kliennya terlalu tinggi. "Terdakwa menjadi bagian dari korban sebuah produksi opini kekhawatiran yang diciptakan Muhtar Efendy sehingga tergerak melakukan delik (suap). Kalau kita lihat tidak ada unsur kerugian negara. Ini suap. Kalau membandingkan dengan perkara lain yang ada unsur kerugian negara, tuntutannya lebih rendah," ujar Sirra usai sidang.
(obs)