Jakarta, CNN Indonesia -- Pelawak Mandra yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi program siap siar di TVRI tahun 2012, menyatakan hanya menjadi korban. Soal tudingan pemalsuan tanda tangan, ia pun mengklaim tak pernah membubuhkan tanda tangan apapun.
“Mandra tak ikut menandatangani apa-apa. Tanda tangan dia di-scan demi kepraktisan. Tak ada tangan asli. Banyak yang tak normal dalam kasus ini,” ujar pengacara Mandra, Sonie Sudarsono, kepada CNN Indonesia.
Rumah produksi milik Mandra, PT Viandra Production, memenangi tender beberapa program di TVRI tahun 2012. Namun salah satu program yang dijanjikan Mandra ditemukan bermasalah oleh Satuan Pengawas Internal (SPI) TVRI pada awal 2013 ketika SPI melakukan inspeksi soal pengadaan-pengadaan prgram di televisi itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Sonie, Mandra hanya menerima Rp 1,6 miliar untuk Viandra Production. Uang sejumlah itu merupakan hasil penjualan tiga sinetron bekas tayang, yakni Jinggo sebanyak 26 episode, Gue Sayang sebanyak 20 episode, dan Zorro sebanyak 25 episode.
Seluruh urusan jual-beli sinetron bekas tayang itu, ujar Sonie, tak dilakukan sendiri oleh Mandra. “Penjualan sinetron dengan harga bekas Rp 15 juta itu melalui broker, yakni Saudara Iwan. Dari situ angkanya menggelembung masuk TVRI,” kata Sonie.
Iwan yang ia maksud ialah Iwan Chermawa, Direktur PT Media Art Image yang saat ini juga ditetapkan menjadi tersangka kasus tersebut. Selain Mandra dan Iwan, tersangka lainnya ialah pejabat pembuat komitmen Yulkasmir yang juga pejabat teras TVRI.
Soal penggelembungan dana yang masuk TVRI, kata Sonie, diketahui Mandra baru pada akhir 2013, saat komedian itu menerima tagihan pajak dalam bentuk rekening koran.
Sonie kembali menegaskan Mandra tak pernah mengurus persoalan itu sendiri. “Dia kasih kuasa ke seseorang bernama Andri. Kuasa itu disalahgunakan. Jadi Mandra tak pernah dapat laporan uangnya diambil berapa, mutasi debet berapa, buku cek bagaimana. Dia tak lihat,” ujar Sonie.
Oleh sebab itu menurutnya Mandra syok ketika ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh Kejaksaan Agung. Sonie juga memprotes pemeriksaan terhadap Mandra yang tak didampingi pengacara. “Ada upaya mencegah keberadaan pengacara,” tuding Sonie.
Ia meminta kasus korupsi program siap siar TVRI itu dibuka terang-benderang. “Sekarang kami sudah siap data dan dokumen. Buka tabir kasus ini. Siapa saja yang menikmati uangnya. Jangan cuma Mandra yang lucu-lucu saja jadi tersangka,” ujar Sonie.
Mandra, kata Sonie, selama ini berhubungan dengan televisi swasta. Baru pada paket program siap siar TVRI tahun 2012 itu dia berhubungan dengan TVRI yang merupakan televisi pemerintah.
“Celakanya Mandra punya keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Semua dilakukan lewat broker. Padahal kerjasama dengan TVRI melibatkan keuangan negara,” kata Sonie.
Berdasarkan keterangan Kejaksaan Agung, kasus berawal saat TVRI melakukan pembelian terhadap 15 paket program siap siar menggunakan dana APBN 2012. Paket-paket siap siar tersebut dipasok delapan perusahaan, salah satunya PT Viandra Production milik Mandra.
Belakangan berdasarkan hasil pemeriksaan BPK diketahui bahwa 15 kontrak paket program siap siar itu dilakukan menjelang akhir tahun anggaran, November, sehingga pengadaan barang dan jasa melalui pelelangaan akan melewati tahun anggaran.
Pembayaran telah dilakukan tahun 2012 meski masa tayang program berakhir sampai 2013. Berdasarkan hal tersebut, disimpulkan proses pengadaan paket siap siar senilai total Rp 47,8 miliar itu tak sesuai ketentuan pengadaan barang dan jasa.
(agk)