Jakarta, CNN Indonesia -- Hakim tunggal pengadil sengketa praperadilan Komjen Budi Gunawan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sarpin Rizaldi, dilaporkan ke Badan Pengawas Mahkamah Agung (MA) oleh Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi. Ia dinilai melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dalam memeriksa dan memutus perkara. Dalam putusannya, Hakim Sarpin dinilai salah mengutip pendapat ahli.
"Hakim Sarpin tidak profesional dengan memperluas objek (praperadilan) dan salah menafsirkan ahli," ujar peneliti Indonesia Corruption Watch Lalola Easter di Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta, Jumat (20/2).
Saat sidang, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan Bernard Arief Sidharta, pakar filsafat hukum Universitas Katholik Parahyangan, pada Jumat (13/2) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat sidang, kuasa hukum Budi Gunawan menanyakan apakah penetapan tersangka boleh diputus dalam praperadilan jika ada kesewenang-wenangan dalam proses penyelidikan. Arief menjawab, boleh sepanjang berdasar pasal 77 dan Pasal 95 Kitab Undang-ukum Acara Pidana (KUHAP) terbatas sejauh sudah ada dalam undang-undang. Dua pasal tersebut menjelaskan soal batasan sidang praperadilan dan penuntutan ganti rugi.
"Jadi tidak bisa ditafsirkan lain. Tapi, Hakim Sarpin salah mengutip pendapatnya," kata Lalola. Bahkan, pendapat yang salah kutip tersebut justru dijadikan pertimbangan akhir dalam pengambilan keputusan.
Alhasil, Hakim Sarpin berpendapat sidang praperadilan dapat memutus keabsahan penetapan tersangka. Menurut Sarpin, KPK tak berwenang menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka. Sarpin dinilai mendistorsi penjelasan Arief.
Hal senada disampaikan peneliti hukum pidana Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Susanto Ginting. Alih-alih merujuk pada referensi lain dan menambahkannya dalam pertimbangan, Hakim Sarpin dinilai justru salah kutip.
"Hakim berargumen tidak memadai dan tidak memberikan rasionalisasi atas perluasan penafsiran selain memberikan pendapat ahli," ujarnya di Gedung MA, Jakarta, Jumat (20/2).
Padahal merujuk pasal 77 KUHAP, praperadilan hanya berwenang memeriksa sah atau tidak penangkapan dan penahanan; sah atau tidak penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; dan ganti kerugian dan rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan dan penuntutan.
Penafsiran berlebih oleh Hakim Sarpin berbuntut panjang lantaran gugatan Budi dikabulkan. Koalisi Masyarakat Sipil merasa Hakim Sarpin melakukan beberapa pelanggaran dalam putusan sidang.
"Kami melaporkan ke Badan Pengawas MA dengan tembusan ke hakim muda bidang pengawasan," ujar Lalola. Pelanggaran tersebut, yakni pada angka 8 dan 10 Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim soal disiplin dan profesionalitas.
Berdasar penelusuran CNN Indonesia, Pasal 8 KEPPH mengatur soal kedisiplinan hakim. Hakim harus melaksanakan kewajiban dan memutus perkara sesuai dengan Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sementara itu, Pasal 10 KEPPH mengharuskan hakim bersikap profesional untuk melaksanakan kewajibannya dan menghasilkan putusan yang efektif dan efisien.
Menanggapi laporan tersebut, Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur menuturkan MA akan menindaklanjuti. "Intinya kami menerima laporan dan sifatnya akan menindaklanjuti laporan. Kewenangan persidangan ada pada hakim dan itu ditindak lajuti MA," ujar Ridwan kepada CNN Indonesia, Jumat (20/2).
(pit/agk)