Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan mendukung pemerintah untuk tetap melaksanakan eksekusi mati. Hal tersebut disampaikannya menanggapi polemik yang terjadi akibat dari proses hukuman mati yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap warga negara Australia.
"Saya setuju dengan hukuman mati, karena Indonesia sudah darurat narkoba," tutur Zul di Gedung DPR, Jakarta, Senin (23/2).
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan jika Indonesia sudah menjadi negara destinasi dari pengedaran narkoba. Padahal sebelumnya, Indonesia hanya menjadi negara transit bagi peredaran narkoba. Oleh sebab itu, Zulkifli pun menilai hukuman mati dapat menjadi terapi kejut bagi para produsen, dan distributor narkoba.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menurut saya, harus ada shock therapy-nya, melalui hukuman mati," tegas politikus PAN ini.
Hal serupa turut disuarakan oleh Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah. Menurutnya, pemerintah Indonesia harus mampu menjangkau jejaring transaksi narkoba. Menurutnya, para produsen dan distributor narkoba memang pantas untuk dihukum mati.
"Kalau saya ya solusinya para penjual, produsen dan distributor dihukum mati saja," tegasnya.
Polemik ini muncul pada saat Presiden Joko Widodo menolak grasi dua warga Australia, terpidana mati terkait kasus narkoba Myuran Sukumaran dan Andrew Chan. Mereka adalah anggota kelompok yang disebut sebagai Bali Nine, sebutan yang diberikan kepada sembilan orang Australia yang ditangkap pada 17 April 2005 lalu di Bali.
Mereka dibekuk di bandar udara Ngurah Rai karena berupaya menyelundupkan heroin seberat 8.2 kg dari Indonesia ke Australia.
Australia melarang hukuman mati sejak 1973 dan opini publik Australia secara umum menentang hukuman mati untuk kejahatan apapun. Lebih lanjut, warga Australia yang terakhir dieksekusi di negara lain adalah Nguyen Tuong Van oleh Singapura karena penyelundupan heroin, serta dua lainnya atas kasus narkoba di Malaysia pada 1986.
(pit)