Jakarta, CNN Indonesia -- Penyidik Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri dinilai telah melanggar prosedur dan melabrak aturan hukum yang berlaku dalam serangkaian proses hukum yang dialami Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Bambang Widjojanto.
Lembaga negara pengawas pelayanan publik Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan penyimpangan tersebut saat penyidik melakukan penangkapan dan pemeriksaan. "Penyidik tidak melakukan pemanggilan terlebih dahulu sebelum melakukan penangkapan Bambang Widjojanto," ujar Komisioner Ombudsman Bidang Penyelesaian Laporan Pengaduan Budi Santoso di kantornya, Jakarta, Selasa (24/2). Menurutnya, tindakan demikian melanggar Pasal 36 Peraturan Kepala Polri Nomor 14 Tahun 2012 tentang manajemen penyidikan.
"Penangkapan merupakan upaya paksa dalam rangka proses penyidikan terhadap seorang tersangka sehingga penyidik sebelum menangkap harus mempertimbangkan pemanggilan dua kali berturut-turut," kata Budi. Hal tersebut menurutnya, untuk memberikan perlindungan HAM Bambang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu penyidik dinilai tak melakukan proses penyelidikan terlebih dahulu melainkan langsung memasuki tahap penyidikan. "Perkara yang disangkakan kepada Bambang bukan perkara tangkap tangan sehingga penyidik seharusnya melakukan penyelidikan terlebih dulu," ucapnya.
Dalam kenyataannya, Ombudsman menemukan fakta penyidik tak melakukan proses penyelidikan seperti diatur dalam Pasal 1 angka 2 dan angka 5 KUHAP.
Terlebih, saat melakukan penyidikan, penyidik seharusnya mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada jaksa penuntut umum merujuk pada pasal 109 ayat 1 KUHAP. "Untuk perkara ini, surat perintah penyidikan terbit pada 20 Januari 2013, sementara SPDP diterbitkan tanggal 20 Januari. Namun, Kejaksaan Agung menerima surat setelah penangkapan tanggal 23 Januari," katanya.
Lebih jauh, penyidik dinilai lalai dengan tak memberikan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saat pemeriksaan kedua pada tanggal 3 Februari 2015. "Melanggar Pasal 72 KUHAP," katanya.
Berdasar penelusuran CNN Indonesia, pasal tersebut mengharuskan penyidik menyerahkan BAP atas permintaan tersangka atau penasihat hukum untuk kepentingan pembelaannya.
Atas serangkaian pelanggaran prosedur tersebut, Ombudsman meminta Polri untuk memeriksa dan memberikan sanksi pada penyidik. "Kami minta Polri memeriksa dan memberikan sanksi pada Kombes Daniel Bolly Tifaona selaku Kasubdit VI Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus beserta penyidik yang menangani perkara dalam penangkapan dan pemeriksaan Bambang," ucapnya.
Sebelumnya, penyidik menangkap Bambang pada Jumat (23/1). Bambang ditetapkan tersangka oleh Bareskrim Polri untuk kasus mengarahkan kesaksian palsu saat dirinya bersengketa di Mahakamah Konstitusi, Juni 2010 silam. Kuasa hukum Bambang, Uli Parulian Sihombing menilai ada kejanggalan dalam penangkapan tersebut.
(pit/obs)