Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga negara pengawas pelayanan publik, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan kesalahan prosedur yang dilakukan penyidik Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri dalam penangkapan dan pemeriksaan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Bambang Widjojanto. Ombudsman Bidang Penyelesaian Laporan Pengaduan Budi Santoso menuturkan hasil investigasi Ombudsman dapat diajukan menjadi landasan gugatan praperadilan.
"Hasil (kajian) ini bisa dijadikan dasar apabila Pak Bambang Widjojanto mau mengajukan gugatan praperadilan," ujar Budi ketika dikonfirmasi seusai jumpa pers di kantornya, Jakarta, Selasa (24/2). Menurutnya, penyidik telah melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Ombudsman menemukan fakta penyidik tak melakukan proses penyelidikan seperti diatur dalam Pasal 1 angka 2 dan angka 5 KUHAP. "Perkara yang disangkakan kepada Bambang bukan perkara tangkap tangan sehingga penyidik seharusnya melakukan penyelidikan terlebih dulu," ucapnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, pihaknya menilai penyidik dinilai lalai dengan tak memberikan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saat pemeriksaan kedua pada tanggal 3 Februari 2015. "Melanggar Pasal 72 KUHAP," katanya.
"Penyidik tidak melakukan pemanggilan terlebih dahulu sebelum melakukan penangkapan Bambang Widjojanto," ujar Ombudsman Bidang Penyelesaian Laporan Pengadiam Budi Santoso di kantornya, Jakarta, Selasa (24/2). Menurutnya, tindakan demikian melanggar Pasal 36 Peraturan Kepala Polri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan.
Menanggapi usulan tersebut, kuasa hukum Bambang, Nursyahbani Katjasungkana menilai pihaknya belum berencana mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan kliennya sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri. "Kami memang tahu ada penyimpangan tapi kami masih fokus ke pemeriksaan dulu," ujarnya ketika dihubungi CNN Indonesia, Selasa (24/2).
Sebelumnya, penyidik menangkap Bambang pada Jumat (23/1). Bambang ditetapkan tersangka oleh Bareskrim Polri untuk kasus mengarahkan kesaksian palsu saat dirinya bersengketa di Mahkamah Konstitusi, Juni 2010 lalu.
(obs)