Jakarta, CNN Indonesia -- Sepuluh terpidana mati gelombang kedua akan tetap dieksekusi meski Indonesia mendapat tekanan besar dari negara-negara lain yang warga negaranya ada dalam daftar eksekusi tersebut. Eksekusi bakal dilakukan dalam waktu dekat.
“Eksekusi sudah final. Ini menyangkut masalah konsistensi penegakan hukum dan wibawa negara. Tidak ada penundaan karena kami belum pernah memutuskan kapan hari H pelaksanaan eksekusi, apalagi pembatalan eksekusi,” kata Jaksa Agung M Prasetyo sebelum pertemuan tiga pemimpin lembaga penegak hukum dengan Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (25/2).
Begitu semua fasilitas eksekusi sudah siap, ujar Prasetyo, eksekusi akan segera dilaksanakan. Namun ia belum bisa menjawab kapan persisnya waktu pelaksanaan eksekusi. “Saya masih menunggu laporan. Kesiapan sudah 90 persen,” kata dia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk melakukan eksekusi mati, Kejaksaan Agung berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk menyiapkan lokasi eksekusi dan mengatur proses pemindahan terpidana mati ke Nusakambangan yang biasa menjadi tempat eksekusi mati.
“Harus ada isolasi. Kami siapkan juga rohaniwan. Terpidana nanti akan mendapat bimbingan rohani supaya lebih siap menghadapi eksekusi mati,” kata Prasetyo.
Ia menegaskan pemerintah Indonesia tak akan tunduk pada kecaman dan tekanan negara-negara lain. “Ditekan seperti apapun, kami akan jalan terus. Ini konsistensi penegakan hukum dan kedaulatan negara,” kata Prasetyo.
Tekanan terhadap Indonesia paling besar datang dari Australia dan Brasil. Australia berupaya keras membebaskan dua anggota Bali Nine warga mereka yang tertangkap di Bali pada 2005 ketika berupaya menyelundupkan 8,2 kilogram heroin, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan. Chan disebut sebagai ‘Godfather’ kelompok Bali Nine.
Perdana Menteri Australia Tony Abbott bahkan sampai mengaitkan bantuan Australia untuk tsunami Aceh dengan keharusan Indonesia membalas budi dengan membebaskan Sukumaran dan Chan. (Baca:
Kedubes Australia di Jakarta Didemo Gara-gara Ucapan Abbott)
Serupa dengan hubungan Indonesia-Australia yang memanas gara-gara eksekusi terpidana mati narkoba, hubungan Indonesia-Brasil pun kini berada di puncak ketegangan karena dua warga Brasil berturut-turut masuk dalam daftar eksekusi mati gelombang pertama dan kedua.
Januari, warga Brasil bernama Marco Archer Cardoso Moreira dieksekusi mati karena kasus narkoba. Sekarang, giliran Rodrigo Gularte yang bakal dihukum mati karena kasus penyelundupan kokain. Kini Brasil menarik duta besarnya di Jakarta. Brasil pun menolak surat credential Duta Besar RI untul Brasil.
(agk)