Jakarta, CNN Indonesia -- Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menyatakan akan mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi dan Badan Pemeriksa Keuangan untuk memeriksa anggaran Rumah Aspirasi yang disahkan oleh DPR dan pemerintah dalam APBNP 2015.
Peneliti Formappi, Djadijono, mengatakan anggaran Rumah Aspirasi anggota DPR berpotensi sebagai pemborosan anggaran negara. (Baca:
Anggaran Rumah Aspirasi DPR Didesak Dibatalkan)
Menurutnya, mengacu pada imbauan Setjen DPR RI agar setiap anggota DPR membentuk Rumah Aspirasi di dapil menimbulkan banyak pertanyaan mulai dari program kerja, kegiatan, pengelolaan, SOP bahkan pertanggungjawaban.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bagaimana mungkin anggaran Rumah Aspirasi ditetapkan dalam APBNP 2015 dan akan dikucurkan sedangkan rumah aspirasi tersebut belum didirikan?" Kata Djadijono dalam konferensi pers di kantor Formappi Jakarta, Kamis (26/2).
Ia menduga hal ini hanyalah sebagai modus untuk menguras kelebihan anggaran dalam APBNP 2015. Karena itulah dibutuhkan pengawasan dan pemeriksaan oleh KPK dan BPK.
"Selama ini anggota DPR telah mendapatkan alokasi anggaran yaitu dana reses. Jika dikelola dengan baik maka dana ini cukup untuk membiayai kegiatan reses dan operasional Rumah Aspirasi tanpa meminta tambahan anggaran," tuturnya.
Saat ini anggota DPR mendapatkan alokasi anggaran yang cukup besar untuk mendukung tugasnya dalam menyerap aspirasi masyarakat. Yaitu dana reses sebesar 150 juta per triwulan dan tunjangan komunikasi sebesar Rp 14 juta.
"Makanya KPK dan BPK agar memeriksa pengesahan dana ini dalam APBNP. Untuk itu sesegera mungkin kami akan mengirim surat kepada KPK dan BPK," kata Djadijono.
Sebelumnya, Badan Anggaran DPR RI menambah anggaran untuk kinerja DPR sebesar Rp 1,6 triliun melalui APBNP 2015. Penambahan anggaran ini diperuntukkan peningkatan kerja dan penyerapan aspirasi dari masyarakat.
Hal ini berkenaan dengan kewajiban dan fungsi representatif dari anggota DPR untuk memerjuangkan aspirasi masyarakat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3). Untuk itu, setiap anggota parlemen mendapat fasilitas untuk memiliki rumah aspirasi yang manajerial teknisnya dilakukan oleh dua tenaga ahli dan satu staf administrasi.
(obs)