Jakarta, CNN Indonesia -- Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia, Muchtar Pakpahan, mengajukan permohonan uji materi Pasal 77 UU RI No. 8 Tahun 1981 KUHAP ke Mahkamah Konstitusi, Kamis (26/2). Menurut Muchtar, materi pasal yang telah memenangkan Budi Gunawan itu perku diuji kembali agar tidak menimbulkan penafsiran baru.
Menurut Muchtar, Pasal 77 KUHAP hanya memberikan wewenang kepada Pengadilan Negeri untuk memutus sah tidaknya proses yang berkaitan penangkapan, penahanan, penyidikan dan penuntutan. Dalam arti lain, penetapan tersangka tidak masuk dalam objek praperadilan.
"Uji materi ini perlu segera dilakukan MK agar tidak lagi timbul penafsiran baru. Hal ini juga dibutuhkan untuk mencegah tersangka lainnya mengajukan upaya praperadilan terhadap penetapan tersangka," ujar Muchtar di Gedung KPK, Kamis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Muchtar tidak menampik, maraknya upaya praperadilan merupakan dampak dari putusan Hakim Sarpin Rizaldi yang memenangkan putusan Budi Gunawan. Hal itu dinilai sebagai bentuk penyangkalan para koruptor terhadap upaya pemberantasan korupsi.
"Artinya, dalam situasi ini hanya MK yang bisa menghentikan Sarpin's Effects," kata Muchtar.
Muchtar menaksir, proses uji materi di MK alan membutuhkan waktu hingga empat bulan sekiranya permohonan dia dikabulkan. Selama proses itu pula, tidak menutup kemungkinan bakal banyak tersangka yang mengikuti jejak sang jenderal melalui jalur hukum serupa.
"Tapi jika kemudian nantinya menetapkan kepastian pasal 77, semua upaya praperadilan itu akan sirna, sebab KPK memiliki payung hukum untuk melanjutkan penyidikan," ujar Muchtar.
Berdasarkan Pasal 40 UU no 30 tahun 2002 tentang KPK, lembaga antirasuah tidak berwenang mengeluarkan surat penghentian penyidikan. Menurut Muchtar, jika MK meneguhkan Pasal 77 KUHAP tak diperkenankan memiliki penafsiran baru, maka pembebasan status tersangka Budi Gunawan tidak berpengaruh pada kelanjutan proses penyidikan.
(sip)