Jakarta, CNN Indonesia -- Selain
Uninterruptible Power Supply (UPS), menurut Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, dana siluman dana APBD DKI 2015 juga diperuntukan untuk membeli scanner 3D dan program dua bahasa. Begitu banyak pos anggaran yang dimasukan hingga total dana siluman mencapai Rp 12,1 triliun.
"Banyak sekali, pokoknya total sampai Rp 12,1 triliun," kata pria yang akrab disapa Ahok ini, Senin (2/3) di Jakarta.
Bukan hanya pada tahun ini, ulah oknum anggota dewan menurutnya sudah terjadi sejak 2012 lalu. Ahok mengaku sudah sejak 2012 lalu ingin membawa kasus ini ke ranah hukum namun baru tahun ini bisa terlaksana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tahun 2014 Ahok baru melaporkan karena masih menunggu reaksi sejumlah pihak terutama DPRD. Begitu hak angket digulirkan, Ahok segera melaporkan dugaan penyimpangan ini ke KPK.
Menurut Ahok, selama ini jika ada masalah dalam APBD, yang disalahkan selalu SKPD. Padahal SKPD hanya merancang, sementara oknum DPRD yang mengisi. "Makanya kami tunggu sampai 2015, mereka buat versi sendiri. Sekarang versi sudah menjelaskan siapa yang mengisi untuk membeli UPS," kata Ahok.
Rencana pengadaan UPS di sekolah Jakarta ini menjadi salah satu yang dipermasalahkan Ahok dalam draf Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2015.
Pemprov DKI Jakarta menurutnya tak pernah mengajukan anggaran Rp 6 miliar untuk UPS di satu sekolah. Ia menuding oknum DPRD mengubah APBD yang telah disepakati tanpa lewat e-budgeting. Oleh sebab itu ia mempertanyakan dari mana "dana siluman" itu berasal.
Ahok banyak mencoret anggaran untuk membeli UPS yang rata-rata nilainya berada di angka Rp 5,8 miliar per sekolah SMK dan SMA.
"Bayangkan, dana UPS di satu sekolah mencapai Rp 6 miliar. Padahal satu genset Rp 150 juga saja sudah keren, sudah genset otomatis yang begitu mati lampu langsung nyala seperti di rumah sakit,” kata Ahok.
Ahok kini berhadapan dengan DPRD DKI Jakarta gara-gara ia mempertahankan draf APBD versi e-budgeting untuk dikirim ke Kementerian Dalam Negeri guna disetujui. Pemprov Jakarta, menurut Ahok, kukuh menggunakan draf APBD 2015 versi e-budgeting yang tidak memasukkan rincian anggaran hingga satuan ketiga seperti yang diinginkan DPRD.
Gara-gara itu, DPRD melayangkan hak angket terhadap Ahok guna menyelidiki soal APBD tersebut. Ahok berkeras memakai draf e-budgeting untuk mencegah masuknya anggaran fiktif yang menurut dia jumlahnya mencapai Rp 12,1 triliun.
(sur)