Jakarta, CNN Indonesia -- Pelaksana tugas Ketua KPK Taufiequrachman Ruki mengaku kaget dengan tumpukan kasus yang menggunung di lembaganya. Dia juga menyesalkan hal itu lterjadi antaran KPK dinilai terlalu terburu-buru dalam menetapkan tersangka.
Saat ini menurut Ruki ada 36 prioritas perkara yang mesti dituntaskan hingga masa periode kepemimpinan Jilid III berakhir. Selama ini, dia menilai KPK lalai dalam mempertimbangkan minimnya ketersediaan penyidik sehingga menyebabkan banyak kasus yang terbengkalai.
"KPK terlalu tergesa-gesa dalam menetapkan perkara dalam penyidikan. Mungkin bukti permulaannya cukup, tetapi akibatnya terjadi tumpukan perkara yang tak terselesaikan," ujar Ruki, Senin malam (2/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ruki menilai ketergesaan itu terjadi lantaran penetapan tersangka oleh KPK merupakan sebuah langkah gebrakan yang menjadi bahan apresiasi publik, terutama media. Namun, Ruki tidak bisa membayangkan bagaimana tumpukan kasus itu bisa diselesaikan dalam kurun hitungan bulan hingga akhir tahun.
"Penetapan tersangka adalah berita yang sangat menarik dan layak dijadikan panggung bagi pers tanpa menyadari ada proses panjang yang mesti diselesaikan setelahnya," ujar Ruki.
Menurut Ruki, KPK seharusnya mempertimbangkan proses penyidikan, pemeriksaan, dan pelimpahan berkas ke pengadilan hingga ke penuntutan. Proses panjang itu seharusnya dipikirkan KPK sebelum menetapkan tersangka.
Dengan kata lain, penyelesaian kasus-kasus mangkrak di KPK bukanlah perkara ringan. Ruki malah pernah berkelakar dengan pihak kepolisian yang geleng-geleng kepala mengetahui tumpukan kasus di KPK.
"Bareskrim pun mengatakan, aduh, mereka tidak sanggup jika harus selesaikan 36 kasus dalam hitungan bulan, tidak akan kuat. Apakah penyidik KPK bakal kuat? Itu yang saya pelajari," kata Ruki.
Ruki tidak menampik KPK tak memiliki wewenang untuk mengeluarkan surat penghentian penyidikan perkara. Dalam arti lain, penetapan tersangka oleh pimpinan KPK sebelum Ruki telah melalui proses matang dan tidak asal-asalan. Tapi Ruki berdalih tak ingin membahas yang sudah lalu.
"Daripada saya menyalahkan orang lain, lebih baik saya menghadapi kenyataan. Menghadapi 36 perkara itu bukan pekerjaan ringan. Menyalahkan masa lalu hanya menimbulkan kebencian," kata Ruki.
(utd/sip)