Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komisi Hukum Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo menjelaskan kasus pelaporan Majalah Tempo oleh Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) merupakan ranah dewan pers. Pasalnya, obyek pelaporan adalah produk jurnalistik.
"Dewan pers berupaya penyelesaian (kasus tersebut) di Dewan Pers. Dalam edisi Majalah Tempo, itu laporan investigasi dan bentuk induk jurnalisme," ujar Yosep saat jumpa pers di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Selasa (3/3).
Majalah Tempo pada tanggal 22 Januari 2015 lalu, menarasikan aliran transaksi keuangan Komjen Budi Gunawan dalam sejumlah artikel di majalah bertajuk "Bukan Sembarang Rekening Gendut" tertanggal 19-25 Januari 2015. Yosep berpendapat produk jurnalistik Tempo tersebut bermanfaat untuk kepentingan publik.
"Dalam Kode Etik Wartawan Indonesia atau UU lain untuk pekerjaan jurnalistik, itu dilindungi. Orang boleh nyuap dan melanggar kode etik jurnalistik untuk kepentingan publik. Oleh karena itu, tidak dapat diancam pidana," ucapnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan demikian, seharusnya pelaporan GMBI diperiksa di Dewan Pers terlebih dahulu. "Kalau tidak selesai, baru dilanjutkan Polri. Harus satu flow, tidak biza Dewan Pers dan Polri menyelidik dalam waktu yang bersamaan," katanya. Menurutnya, seseorang yang telah dihukum maka tak bisa dihukum dua kali dengan kesalahan yang sama. "Kalau ada laporan lagi, harus merujuk ke penyelesaian yang pertama."
Sebelumnya, GMBI menuduh Majalah Tempo melanggar Pasal 47 ayat 1 UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan serta Pasal 11 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Berdasar penelusuran CNN Indonesia Pasal 47 UU Perbankan menyebutkan siapa pun tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dengan sengaja memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, diancam dengan pidana minimal dua tahun dan maksimal empat tahun. Sementara itu, untuk pidana denda yakni minimal Rp 10 miliar dan maksimal Rp 200 miliar.
"Kalau (mendapatkan informasi) tidak memaksa, ya tidak melanggar. Memaksa itu misal kalau mengancam dan memeras," katanya.
Lebih lanjut, Pasal 11 UU Pencucian Uang menjelaskan apabila pejabat atau pegawai Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), penyidik, penuntut umum, hakim, dan setiap orang yang memperoleh dokumen atau keterangan dalam rangka pelaksanaan tugasnya menurut undang-undang ini wajib merahasiakannya kecuali untuk memenuhi kewajiban menurut undang-undang ini. Apabila melanggar, maka diancam dengan pidana penjara maksimal empat tahun.
Sementara itu, anggota Dewan Pers lainnya, Leo Batubara saat jumpa pers menjelaskan kasus serupa pernah terjadi saat Majalah Panji memberitakan instruksi menipulasi pemeriksaan oleh mantan Presiden BJ Habibie pada 1998. "Dalam kaitan itu, Presiden Habibi bertelepon dengan jaksa agung yang isinya 'Jaksa Agung periksa itu presiden (Soeharti) supaya rakyat tahu kita ini seolah-olah memeriksa'," ujar Leo. Atas desakan pers, pada momen tersebut, Polri batal memidanakan Pemimpin Redaksi Panji Uni Lubis.
Saat ini, penyidik Polda Metro Jaya tengah meminta keterangan anggota Dewan Pers Heru Cahyo. Keterangannya dibutuhkan untuk mempertimbangkan ranah kasus ini, apakah etika atau pidana. Pemeriksaan berlangsung mulai sekitar pukul 11.00 WIB. Puluhan pertanyaan dilayangkan kepada Heru.
(sip)