Jakarta, CNN Indonesia -- Mendekati eksekusi terpidana mati kasus narkoba, sejumlah kuasa hukum terpidana mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Menurut pengamat hukum tata negara Refly Harun, PK sebaiknya tetap diproses supaya ada kepastian hukum. Namun Refly menegaskan, PK tersebut harus diproses secara cepat.
Refly berpendapat bahwa untuk menyelesaikan proses PK dalam konteks terpindana mati ini tidak perlu membutuhkan waktu yang lama. Caranya tidak sulit yaitu cukup memperhatikan apakah ada novum atau bukti baru dalam pengajuan PK.
Refly menjelaskan novum yang dimaksud yaitu misalnya diketahui bahwa si terpidana mati bukan pengedar atau bandar narkoba. Novum tersebut diuji di persidangan. Kalau tidak ada novum maka segera ditolak dan eksekusi bisa langsung dilakukan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“PK bisa dipercepat dalam dua atau tiga hari atau setidaknya dalam jangka waktu satu minggu,” kata Refly saat dihubungi CNN Indonesia, Rabu (4/3). “Ini PK di luar inkrah atau berkekuatan hukum tetap.”
Menurut Refly, PK sebagai upaya hukum luar biasa dalam hal ini terkait terpidana mati kasus narkoba mestinya memang tidak menunda eksekusi. “PK secara teroritis tidak bisa menunda eksekusi. Harusnya ajukan PK duluan,” tutur Refly.
Refly mengakui bahwa persoalan ini memang menjadi dilema karena dalam kasus hukuman mati. “PK yang diajukan di sini kan bukan pada terpidana hukuman penjara,” ujar dia. “Dibutuhkan kebijakan hukum,” lanjut dia.
Terkait adanya protes dari pihak keluarga terpidana mati yang mengklaim bahwa si terpidana mengalami gangguan jiwa sehingga tidak bisa dieksekusi, menurut Refly persoalan tersebut dapat dilihat pada saat persidangan.
“Apakah ketika di sidang atau ketika berbuat kejahatan itu dalam kondisi gangguan jiwa, kalau tidak maka ya harus tetap dieksekusi mati,” kata Refly menegaskan.
Dia menegaskan, kalau ternyata terpidana mengalami gangguan jiwanya setelah divonis mati maka tidak bisa dijadikan alasan oleh pihak keluarga agar tidak dihukum mati. “Itu bisa jadi modus nanti,” ucap Refly.
Lebih jauh Refly mengatakan pemerintah tidak perlu menanggapi berlebihan dengan adanya pertentangan dari negara lain yanag warga negaranya akan disekusi mati di Indonesia. “Biasa saja, sama dengan Indonesia saat ada warga negaranya yang ingin divonis mati maka segala upaya akan dilakukan agar tidak dihukum mati,” tutur dia.
(obs)