Siang Ini Kejaksaan Umumkan Opini Kedua Skizofrenia Gularte

Resty Armenia & Utami Diah Kusumawati | CNN Indonesia
Rabu, 04 Mar 2015 10:53 WIB
Kejaksaan Agung akan menyampaikan keputusan opini kedua kondisi kejiwaan salah satu terpidana mati asal Brasil, Rodrigo Gularte, pada Rabu (4/3) siang.
Sepupu dari warga Brasil yang dihukum mati terkait kasus narkoba di Indonesia, Angelita Muxfeldt, bersama kuasa hukum dari terpidana Rodrigo Gularte, Ricco Akbar, memberikan keterangan kepada awak media di Marquee Executive Office, Jakarta, Selasa (17/2). (CNN Indonesia/ Hanna Azarya)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kejaksaan Agung akan menyampaikan keputusan terkait opini kedua dari kondisi kejiwaan salah satu terpidana mati asal Brasil, Rodrigo Gularte, pada Rabu (4/3) siang ini.

Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Tony Spontana saat dihubungi CNN Indonesia, Rabu (4/3).

"Pagi ini sedang ada pembicaraan bersama dengan Jaksa Agung mengenai keputusan second opinion Rodrigo. Nanti sekitar pukul 12.00 WIB akan kami umumkan hasilnya," kata Tony.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Opini kedua tentang kondisi kejiwaan Rodrigo Gularte ditunggu banyak pihak, terutama keluarga dan kuasa hukum Gularte. Pada Rabu 18 Februari, sepupu Gularte, Angelita Muxfeldt, mendatangi Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) bersama dengan tim dari LBH Masyarakat.

Mereka mempertanyakan keputusan pemerintah untuk menerapkan eksekusi mati kepada Gularte yang divonis mengidap gangguan jiwa Skizofrenia dan Bipolar dari beberapa rumah sakit di Cilacap, Jawa Tengah.

Ricky Yudhistira dari LBH Masyarakat mengatakan pada CNN Indonesia, Gularte telah mengidap Skizofrenia sejak usia 16 tahun. Ketika pemerintah mengatakan Gularte tidak alami gangguan kejiwaan saat ditangkap kepolisian, Ricky mengatakan kalau Skizofrenia adalah kondisi penyakit yang kambuh secara berkala. "Mungkin saat ditangkap itu penyakitnya sedang tidak kambuh."

Sementara itu, Jaksa Agung H. M Prasetyo menegaskan akan tetap memberlakukan hukuman mati, termasuk bagi mereka yang mengalami gangguan jiwa. Pengecualian, katanya, hanya diterapkan kepada perempuan hamil dan anak di bawah usia 18 tahun. Meski demikian, Prasetyo mengatakan akan tetap mencari opini kedua mengenai kondisi kejiwaan dan kesehatan Gularte.

"Kami sedang melakukan observasi lagi. Karena yang meminta pengacaranya. Karena ada juga informasi, kesaksian beberapa penghuni lain bahwa si napi bersangkutan tidak apa-apa. Jadi biasalah itu. Berusaha ulur-ulur waktu dan cari alasan," kata dia ditemui di Istana Negara, Rabu (4/3),

Mengenai eksekusi mati terhadap terpidana yang mengalami gangguan jiwa, Krisbiantoro selaku wakil KontraS mengatakan pasal mengenai tidak bolehnya eksekusi dilakukan terhadap gangguan jiwa memang masih abu-abu. Dalam salah satu pasal KUHAP, hanya disebutkan orang yang memiliki gangguan jiwa tidak boleh dipidanakan, bukan tertulis eksekusi mati.

"Memang tidak secara eksplisit melarang. Namun, harusnya ditafsirkan 'tidak boleh dieksekusi' kata 'tidak boleh dipidana'. Lagipula, tidak masuk akal mengeksekusi orang dengan gangguan jiwa ketika hukum tidak mengakomodir hal tersebut," kata dia. (utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER