Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Komisioner KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menilai pelimpahan kasus Komjen Budi Gunawan oleh KPK ke Kejaksaan Agung sudah tepat dan sesuai aturan. Namun menurutnya ada prosedur yang kurang dalam pelimpahan kasus itu.
“Kasus BG dilimpahkan ke Kejaksaan itu memang berdasarkan undang-undang. Meski demikian, pelimpahan seharusnya baru bisa dilakukan setelah gelar perkara bersama,” kata Tumpak, Rabu (4/3). Gelar perkara itulah yang belum dilakukan oleh KPK.
Bekas kolega Ruki pada kepemimpinan KPK Jilid I itu mengatakan UU KPK Nomor 30 Tahun 2002 memberikan kemungkinan untuk melimpahkan kasus ke Kejaksaan Agung. Hal itu pun telah didukung oleh nota kesepahaman koordinasi supervisi antarlembaga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terlepas dari pelimpahan kasus BG, Tumpak menyatakan KPK saat ini masih memiliki peluang untuk mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung atas putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengabulkan gugatan BG sehingga penetapan BG sebagai tersangka oleh KPK dinyatakan tak sah.
Peninjauan Kembali bisa ditempuh untuk memberikan perlawanan terhadap putusan Hakim Sarpin Rizaldi yang dinilai telah melanggar perundang-undangan. “PK itu hanya memperbaiki putusan praperadilan. Urusan menarik kembali pelimpahan kasus Budi itu lain lagi ceritanya,” ujar Tumpak.
Sebelumnya, pimpinan KPK menyatakan perkara Budi Gunawan dilimpahkan karena lembaga penegak hukum tak diperkenankan mengajukan PK. “PK itu dasarnya regulasi KUHAP. Penegak hukum tak diperkenankan mengajukan PK. Yang boleh hanya terpidana dan ahli waris,” kata Plt Komisioner KPK Indriyanto Seno Adji.
Namun ucapan Indriyanto itu dibantah oleh Koalisi Pemantau Peradilan yang terdiri dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Transparency International Indonesia (TII), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI), dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat lain.
“Alasan! PK itu dasarnya kuat. Tahun 2013 di Mahkamah Agung ada keputusan rapat pleno kamar pidana bahwa penyelundupan hukum bisa PK,” ujar Dio dari MaPPI. Penyelundupan hukum yang ia maksud yakni putusan praperadilan yang melampaui kewenangan.
“Kejaksaan Agung juga pernah mengajukan PK atas kasus kematian Munir, dan itu disetujui MA,” kata Dio. PK Kejaksaan ketika itu dikabulkan MA, membuat terpidana pembunuh Munir, pilot Pollycarpus, dihukum 20 tahun penjara –sebelum Pollycarpus mengajukan PK di atas PK Kejaksaan tersebut yang juga dikabulkan oleh MA.
Ruki kalah, bukan menyerahSementara terkait Ketua Plt KPK Taufiequrachman Ruki yang dikritik banyak pihak karena melimpahkan perkara BG, mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua yakin Ruki memiliki kehendak sama dengan seratusan pegawai KPK yang menolak pelimpahan kasus BG.
Menurut Hehamahua, kehadiran Ruki dalam aksi unjuk rasa pegawai KPK Selasa kemarin (3/3) menunjukkan niat baik. “Artinya Pak Ruki sebagai Plt Ketua dan mantan Ketua KPK pertama, ikut serta dalam aksi. Roh dan jiwanya sama dengan teman-teman di KPK,” ujar dia di Gedung KPK, Jakarta.
“Ruki mengaku kalah, tapi bukan berarti menyerah. Ibarat perjuangan pahlawan Indonesia terhadap penjajah, pejuang kalah tapi tidak mengibarkan bendera putih. Kekalahan para pejuang itulah yang membuat Indonesia merdeka. Maka saat ini harus ada perlawanan,” kata Hehamahua.
Dia berniat mengusulkan agar KPK menempuh upaya Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung. Jika PK dikabulkan, ujar Hehamahua, KPK punya peluang untuk kembali mengambil alih kasus Budi Gunawan.
(agk)