Program Imunisasi Tak Merata, Anak Rentan Kena Campak

CNN Indonesia
Kamis, 05 Mar 2015 06:26 WIB
Program imunisasi tidak juga merata sebabkan kasus campak dan difeteria atau penyakit yang menyerang penafasan atas, biasa dialami anak di bawah lima tahun.
Ilustrasi imunisasi. (Thinkstock)
Jakarta, CNN Indonesia -- Program imunisasi di Indonesia dinilai belum merata. Hal itu terlihat dalam beberapa kasus kesehatan yang tidak juga mengalami penurunan signifikan, salah satunya adalah kasus difteri.

Tahun 2006, kasus difteri di Indonesia mencapai 432 kasus. Pada 2014, kasus difteri mencapai 394 kasus. Penyakit difteri adalah penyakit menular mematikan yang menyerang saluran pernafasan bagian atas, anak usia kurang dari 5 tahun dan orang tua diatas 60 tahun sangat beresiko tertular penyakit Difteri.

"Dari kasus difteri tersebut 68 persen sampai 74 persen di antaranya adalah anak di bawah umur 15 tahun, sisanya adalah dewasa dan lansia," kata anggota Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia Sri Rezeki S. Hadinegoro di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Salemba, Rabu (4/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Program imunisasi yang tidak merata juga memberi dampak pada mewabahnya penyakit campak. Pada 2014, ada 10.651 kasus campak dan terjadi 170 kali kejadian luar biasa campak.

"Apabila cakupan imunisasi tinggi dan merata di seluruh pelosok tanah air, maka kejadian luar biasa tidak akan terjadi," kata Sri.

Lebih lanjut, Sri menjelaskan tolok ukur yang dipakai saat ini untuk menilai rata atau tidaknya program imunisasi adalah pencapaian Universal Child Immunization (UCI) Desa yang harus lebih besar dari 80 persen.

"Pada tahun 2013, Indonesia mencapai UCI desa sebesar 82 persen namun angka itu tidak merata karena provinsi Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Papua hajya mencapai 52,4 persen sampai 74 persen," ujar Sri. Ia menilai seharusnya ada kerja sama antara pemerintah dan masyarakat untuk menyukseskan program imunisasi nasional.

Di sisi lain, Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio berpendapat tidak meratanya program imunisasi tersebut dikarenakan minimnya infrastruktur di daerah Indonesia, terutama daerah terpencil. Padahal, vaksin harus segera didistribusikan.

"Vaksin harus disimpan dalam wadah pendingin. Namun, kalau infrastruktur tidak memadai, maka tentu akan membuat vaksin itu rusak karena memakan waktu terlalu lama dalam mencapai tempat tujuan," katanya.

Program imunisasi nasional dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan sejak tahun 1979. Badan Kesehatan Nasional (WHO) menilai dunia masih terancam oleh penyakit yang dapat dicegah oleh imunisasi. Penyakit itu di antaranya: hepatitis B, polio, difteria, pertusis (batuk rejan), tetanus, serta campak.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER