Mengenal Hawala, Sistem Lalu Lintas Duit Teroris

Ranny Virginia Utami | CNN Indonesia
Kamis, 05 Mar 2015 14:22 WIB
Sistem Hawala perlu mendapat perhatian khusus dari aparat keamanan kepolisian, TNI, petugas bea cukai, hingga petugas di wilayah perbatasan.
Ilustrasi. (Thinkstock)
Jakarta, CNN Indonesia -- Aksi teror membutuhkan sokongan dana yang tidak sedikit. Dana dibutuhkan untuk membiayai pengadaan senjata api dan tajam, alat rakit bom, identitas palsu, rumah singgah yang aman hingga makan dan minum.

Salah satu cara yang ditempuh para teroris untuk mendapatkan uang dengan cara aman yaitu melalui sistem Hawala. Dikenal juga dengan nama Hundi, sistem ini mampu mentransfer uang tanpa melalui mekanisme bank atau transaksi elektronik antarnegara.

Awalnya sistem ini digunakan pada tahun 1960 hingga 1970-an untuk menyikapi sistem perbankan yang rumit. Berjalan sukses di Timur Tengah, Afrika Utara dan Timur Laut, serta Asia Tenggara, sistem ini berkembang dan menjadi opsi menarik bagi para teroris dalam mengembangkan jaringan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sistem Hawala memang tidak mudah terdeteksi jika dibandingkan bertransaksi melalui bank. Uang ditransfer dari si pengirim ke si penerima tanpa melalui pencatatan formal karena mengusung sistem cash and carry.

Dengan kata lain, uang yang dikirim lewat Sistem Hawala tidak bergerak karena mengandalkan asas kepercayaan terhadap jaringan broker Hawala, disebut Hawaladar, yang ada di seluruh dunia.

Salah satu contoh kasus yaitu, jaringan teroris di Afghanistan ingin memberikan dana sebesar US$ 100 miliar kepada kelompok terorisme di Indonesia. Setelah pengirim dan Hawaladar di Afghanistan bersepakat menentukan komisi dari pengiriman uang ini, total dana yang akan dikirim beserta komisi tersebut diberikan kepada Hawaladar dalam bentuk uang tunai.

Kemudian Hawaladar di Afghanistan memberikan kode verifikasi kepada si pengirim dan menghubungi Hawaladar di Indonesia untuk melakukan transaksi. Setelah berkomunikasi dengan Hawaladar di Afghanistan, Hawaladar di Indonesia memberikan uang senilai US$ 100 miliar dalam bentuk mata uang rupiah kepada si penerima.

Uang yang diberikan Hawaladar di Indonesia merupakan miliknya sendiri, yang berarti Hawaladar di Afghanistan telah berutang. Utang tersebut, menurut sistem Hawala, akan tertutup jika Hawaladar di Indonesia mendapat permintaan untuk mengirimkan uang ke Afghanistan.

Di sisi lain, terdapat beberapa perbedaan di sejumlah negara mengenai penerapan sistem Hawala lantaran perbedaan budaya dan kondisi di negara tersebut. Misal, cara transaksi berupa pengiriman barang dengan nilai yang setara dengan permintaan pengiriman uang, atau bahkan menggunakan jasa kurir dari Hawaladar negara asal ke Hawaladar negara tujuan.

Di Indonesia, sistem Hawala perlu mendapat perhatian khusus dari aparat keamanan, baik kepolisian, TNI, petugas bea cukai, hingga petugas di wilayah perbatasan. Kemungkinan ada aliran dana melalui sistem ini ke jaringan terorisme Indonesia bukan suatu hal yang mustahil, mengingat sistem ini juga pernah digunakan oleh sindikat narkoba internasional di Indonesia.

Kasus terbaru yang diungkap menggunakan Sistem Hawala yaitu kasus Tjeuw Anton di Riau. Berdasarkan informasi Badan Narkotika Nasional (BNN), Tjeuw bisa mengepul duit lebih dari Rp 200 miliar dari hasil lalu lintas duit jual beli narkotik periode Juli 2012-Februari 2013. (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER