Jakarta, CNN Indonesia -- Kebijakan Presiden Joko Widodo menolak pengampunan yang diajukan terpidana mati kasus narkotika dinilai menjadi salah satu kendala dalam menyelamatkan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) terpidana mati di luar negeri.
Pernyataan itu dilontarkan oleh Analis Kebijakan Publik Migrant Care Wahyu Susilo. "Bagaimana kita bisa mendesak negara lain agar tidak melakukan hukuman mati terhadap WNI, sementara di sini eksekusi mati masih dijalankan?" ujarnya dalam diskusi yang diadakan Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) di Jakarta Selatan, Minggu (8/3).
Pemerintah juga dinilai belum serius melakukan perlindungan terhadap TKI. Wahyu mengatakan Indonesia masih tertinggal dari Filipina dalam hal perlindungan tenaga kerja di luar negeri. “Filipina punya kebijakan perlindungan buruh yang dinamakan labour export policy. Pendapatan remiten mereka sebesar 21 persen, sementara Indonesia hanya sekitar satu persen," ujar Wahyu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Bantuan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal menegaskan pemerintah sebenarnya merasa 'berat' melaksanakan eksekusi mati. “Kami terpaksa melakukannya atas dasar pertimbangan masa depan bangsa. Masalah akan lebih berat kalau tidak ada tindakan serius untuk kejahatan narkotika,” ujar Lalu.
Ia juga meminta agar negara lain menghormati kedaulatan hukum Indonesia. "Kami tidak melakukan hukuman mati secara sukacita. Kami pun terpaksa melakukannya," ujarnya.
Meski protes keras kerap didengungkan oleh negara-negara tetangga, Lalu berpendapat persahabatan antara Indonesia dengan negara tersebut tetap terjalin. "Kami paham mereka juga harus memenuhi harapan publik dengan cara melakukan protes-protes itu," ucapnya.
Adapun, Ketua Presidium PPMI Agung Sedayu mengatakan protes keras dari Brazil maupun Australia merupakan hal yang wajar sebagai upaya melindungi warga negaranya. "Namun, yang menjadi dilema adalah, Indonesia ikut dalam ratifikasi Konvensi Persatuan Bangsa-Bangsa tentang Hak Asasi Manusia, tetapi masih melaksanakan eksekusi mati," ucapnya.
(ded/ded)