Jakarta, CNN Indonesia -- Hari ini, Jumat (20/3) merupakan hari terakhir bagi Pemprov DKI dan DPRD untuk membahas hasil evaluasi Kementerian Dalam Negeri terhadap APBD DKI 2015.
Sejak Kamis (19/3) pagi hingga malam hari, jajaran SKPD Pemprov DKI Jakarta terus melakukan proses input e-budgeting. Hasil ini nantinya akan diserahkan kepada DPRD DKI untuk dimintai persetujuan. Setelah itu, DPRD menyampaikan persetujuannya kepada Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kemudian APBD tersebut lantas dikirim kepada Kemendagri untuk disahkan.
Namun, DPRD juga belum satu suara. Belum ada kesepakatan di internal lembaga tersebut. Sebagian pihak setuju APBD DKI 2015 sebesar Rp 73,08 triliun disahkan lewat Peraturan Daerah, sementara pihak lain bersikeras supaya DKI mengeluarkan Peraturan Gubernur yang menggunakan pagu anggaran APBD-Perubahan 2014 yakni Rp 72,9 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah sempat ikut mengkritik keras gubernur, sikap Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi pun melunak setelah dirinya diberi password atau kata kunci program e-budgeting oleh Ahok. Prastyo meyakini proses pengawasan yang menjadi tanggung jawab DPRD akan berjalan maksimal setelah password diberikan oleh Ahok.
Tak hanya itu, politikus PDIP tersebut juga optimis APBD DKI 2015 akan disahkan lewat Perda.
"Saya setuju untuk itu jadi perda. Kenapa saya setuju? Karena saya ingin warga DKI punya APBD," ujar Prasetyo kepada CNN Indonesia, pagi tadi.
Beberapa fraksi juga menyetujui langkah itu, diantaranya Fraksi Golkar. Ketua Fraksi Partai Golkar Zainuddin mengatakan, APBD DKI Jakarta 2015 harus diserahkan agar pemakaian anggaran di Ibukota dapat terjamin secara penuh di tahun ini.
"Dalam rangka untuk legitimasi secara konstitusional, oleh karena itu, APBD tahun anggaran 2015 yang harus disahkan," ujar Zainuddin.
Pihak yang menolak, beralasan bahwa yang dibahas kali ini adalah RAPBD versi Pemprov, bukan yang disepakati bersama dengan DPRD. Jika tetap disetujui, maka hal ini dipandang dapat melemahkan posisi panitia angket yang masih berjalan.
"Pokoknya belum ada kesepakatan di antara teman-teman. APBD mana yang akan dibahas ulang oleh DPRD, kalau versinya Ahok untuk apa kita bahas, harusnya versi pembahasan (yang dibahas DPRD)," kata Ahmad Nawawi, dari Fraksi Demokrat-PAN yang juga menjadi anggota panitia angket, kemarin.
Kerasnya pertentangan di internal dewan membuat beberapa pihak menjadi gerah. Fraksi NasDem akhirnya memutuskan untuk menarik diri dari rapat-rapat pembahasan anggaran DPRD.
Ketua Fraksi NasDem Bestari Barus merasa ada pihak yang ingin mendikte sikap fraksinya setelah ia mengadakan pertemuan dengan Ahok. "NasDem hanya tidak ingin didikte oleh partai lain," ucap Bestari.
Soal APBD ini, Ahok menuding ada beberapa pihak yang memang sengaja ingin menciptakan situasi deadlock. Pasalnya, DPRD tentu akan malu jika tetap melanjutkan pembahasan dan mengesahkan APBD yang dievaluasi oleh Kemendagri. Alasannya, APBD ini adalah yang dikirim oleh Pemprov dengan format e-budgeting yang selama ini disebut sebagai dokumen palsu.
"Kalau DPRD tidak membuat deadlock akan malu pasti. Kan, DPRD sebut ada dua versi APBD yang diserahkan ke Kemendagri. Kalau APBD ini kita bahas bersama, kemudian diserahkan lagi ke Kemendagri, pasti malu sekali DPRD. Masa, dokumen palsu disahkan," ujar Ahok.
Jika DPRD nanti akhirnya bisa sepakat, maka rakyat Jakarta yang diuntungkan karena anggaran pembangunan mereka lebih besar. Kalau nanti DPRD tak satu suara, pembangunan di Jakarta tak berhenti, hanya saja anggarannya lebih kecil karena terpaksa menggunakan APBD 2014 dengan dasar peraturan gubernur. Berdasar UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Pembentukan Perundang-undangan, Ahok memiliki kewenangan untuk membuat peraturan gubernur.
(hel)