Jakarta, CNN Indonesia -- Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta menghadirkan empat saksi untuk dimintai keterangan terkait kasus dugaan suap terdakwa Raja Bonaran Situmeang saat sidang sengketa Pilkada Tapanuli Tengah 2011 di Mahkamah Konstitusi.
Keempat saksi tersebut di antaranya adalah Hetdin Pasaribu, Syariful Pasaribu, Aswar Pasaribu dan Daniel Situmeang. Dalam keterangannya, dua dari empat saksi tersebut mengakui ada peminjaman dana sebesar Rp 1 miliar untuk mendukung keberhasilan Bonaran sebagai Bupati Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
"Saat ada gugatan di Mahkamah Konstitusi, terdakwa (Bonaran) meminta bantuan pada Aswar sebelum putusan MK," ujar Hetdin kepada majelis hakim, Kamis (26/3).
Aswar pun membenarkan peminjaman tersebut. Menurut pria yang mengaku memiliki usaha di bidang transportasi ini, Bonaran meminta Hetdin menghubungi dirinya untuk datang ke rumah Bonaran di perumahan Eramas, Jakarta Timur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah datang berkunjung ke rumah Bonaran, Aswar pun menyetujui memberikan pinjaman yang dimaksud. "Kebetulan uang pinjaman saya di bank juga baru cair," ujar Aswar yang mengklaim pinjaman tersebut telah diajukan pada 2010 lalu untuk mengembangkan PO bus miliknya di Sentul, Bogor.
Aswar kemudian memberikan pinjaman kepada Bonaran sebesar Rp 1 miliar. Pinjaman tersebut diberikan melalui Hetdin dan seorang ajudan Bonaran, Daniel Situmeang, pada 17 Juni 2011 di parkiran restoran cepat saji di Cibubur.
Namun, Aswar mengaku tidak tahu untuk apa uang pinjaman tersebut. "Katanya akan dikembalikan setelah dua minggu. Tidak ada hitam di atas putih. Hanya asas kepercayaan," ujar Aswar.
Sebelumnya, Bonaran didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum telah memberikan uang sebesar Rp 1,8 miliar kepada bekas Ketua MK Akil Mochtar melalui Subur Effendi dan Hetbin Pasaribu dalam sengketa pilkada Tapanuli Tengah di MK.
Atas perbuatannya, Bonaran diancam pidana sesuai Pasal 6 ayat (1) huruf a UU subsider Pasal 13 RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(utd)