Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Agung resmi menolak permohonan upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali terpidana mati asal Filipina, Mary Jane Fiesta Veloso. Menurut Juru Bicara MA, Suhadi, keputusan itu diambil majelis hakim agung peninjauan kembali pada Kamis (25/3).
“Saya diberitahukan dari majelis hakim yang memutuskan perkara itu,” kata Suhadi saat dihubungi CNN Indonesia, Jumat (26/3) petang. (Baca juga:
Detik-detik Maut Lima Terpidana di Depan Regu Tembak)
Susunan majelis hakim PK yang menangani, tambah Suhadi, terdiri dari Hakim Agung Mohamad Saleh sebagai Ketua Majelis, dan dua hakim agung lainnya yakni Timur Manurung, Andi Sansan Nganro, sebagai anggota majelis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Suhadi kesimpulan putusan majelis hakim agung yang memutuskan upaya PK Mary Jane adalah ditolak. Artinya, tambah dia, “Pemohon tak bisa membuktikan dalil hukum atas langkah hukum yang diupayakannya.”
Mary Jane merupakan satu dari 11 terpidana mati yang masuk daftar tunggu eksekusi mati gelombang dua. Perempuan berusia 30 tahun itu, bernasib nahas saat dipergoki mencoba menyelundupkan 2,6 kilogram heroin melalui Bandara Adi Sutjipto, Yogyakarta, pada April 2010 lalu. (Baca juga:
Kode 'Just Landed' Sebelum Eksekusi Terpidana Mati)
berbagai langkah dan upaya hukum telah dilakukan sang kurir perempuan itu. Namun nasib berkata lain. Vonis hukuman pertama Mary Jane terima pada 11 Oktober 2010 dari Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta yang memberikan vonis mati kepada Mary Jane.
Putusan itu lantas diperkuat hingga tahap kasasi di Mahkamah Agung. Belakangan, alih-alih mendapat pembebasan, upaya grasi yang ia ajukan kepada Presiden Joko Widodo dimentahkan. Eksekutor jaksa sebenarnya sudah memasukan Mary ke dalam gelombang kedua eksekusi mati, namun seolah mengadu peruntungan ia mengajukan upaya hukum luar biasa: peninjauan kembali. (Baca juga:
Mencari Keadilan Mengulur Waktu Kematian)