Jakarta, CNN Indonesia -- Pakar hukum pidana Chairul Huda menyebut, proses penetapan seseorang menjadi tersangka tidak bisa didasarkan pada barang bukti yang diperoleh dari proses penyelidikan. Pernyataan Chairul disampaikan saat menjadi saksi ahli yang diajukan tim kuasa hukum bekas Menteri Agama Suryadharma Ali dalam lanjutan sidang gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (1/4).
"Bahan-bahan yang diperoleh hanya bisa digunakan untuk menemukan peristiwa yang diduga memiliki tindak pidana. Ruang lingkup penyelidikan di situ," ujar Chairul.
Kuasa hukum Suryadharma lantas mempertanyakan perihal legalitas perhitungan kerugian negara yang dilakukan penyelidik dalam proses penyelidikan untuk menjadi bahan bukti penetapan tersangka. Chairul berpandangan, penyelidik tidak dibenarkan menghitung karena tidak memiliki wewenang sesuai aturan perundangan dan melanggar hukum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jika menghitung sendiri namanya membuat-buat bukti. Kewenangan penyelidik jelas mencari atau mengumpulkan untuk membuat terang peristiwa tindak pidana. Jadi tidak bisa," ujar Chairul mengacu pada Pasal 1 ayat 5 UU KUHAP.
Oleh karena itu, penetapan tersangka menjadi tidak sah karena dalam proses penyelidikan tidak bisa menghasilkan tersangka. "Di dalam UU KUHAP dan UU KPK juga saya kira tidak ada disebutkan hasil penyelidikan bisa ditemukan tersangka," ujar Chairul.
Seperti diketahui, Suryadharma melalui pengacaranya menuding penetapan tersangka dirinya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak berdasar. Apalagi kerugian negara dihitung oleh penyelidik, bukan berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Perhitungan penyelidik tersebut dijadikan alat bukti yang dibawa ke dalam gelar perkara. Menindaklanjuti gelar perkara tersebut, KPK akhirnya mengeluarkan surat perintah penyidikan No. Sprin.Dik 27/01/05/2014 pada 22 Mei 2014 di mana Suryadharma ditetapkan sebagai tersangka.
Atas dasar tersebut, Suryadharma mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mempertanyakan proses penyidikan dan penetapan tersangka yang dilakukan lembaga antirasuah tersebut.
Suryadharma telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Mei 2014 saat masih menjabat Menteri Agama era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Bekas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu disangka melanggar pasal pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana juncto pasal 65 KUHPidana.
(rdk)