Jakarta, CNN Indonesia -- Pakar hukum cyber Margiono menilai pemblokiran 22 situs islam dengan menutup seluruh domain tak efektif. Pasalnya, mereka dapat membuat situs baru dengan mudah. Blokir menurut Margiono dapat dilakukan hanya dengan menutup akses
Uniform Resource Locator (URL) atau alamat spesifik konten tertentu.
"Jangan diblokir domainnya. URL-nya saja. URL mana yang ilegal, itu yang diblokir. Kecuali kontennya 100 persen negatif, baru domainnya diblokir," ujar Margiono dalam diskusi di kantor Aliansi Jurnalis Independen, Jakarta, Minggu (5/4).
Menurut pendiri Indonesia Online Advocacy ini, tak seluruh konten dalam satu situs bernuansa negatif. Penentuan sebuah situs negatif atau tidak pun sarat dengan subyektivitas lantaran tak ada kategorisasi yang jelas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama ini, ia berpendapat, tidak ada sistem pemblokiran yang efektif diterapkan di berbagai negara. "Tidak ada cara blokir yang sempurna. Bisa saja konten yang tidak bersalah, diblok. Ada juga yang underblocked, banyak yang ilegal dan harus diblok tapi tidak diblok," ucapnya.
Lebih lanjut, ia justru menyarankan ada revisi dalam arsitektur teknologi ketika akan mematikan suatu konten dalam situs tertentu. "Teknisnya misal meminta penyedia jasa layanan untuk membuat
slow down ketika masyarakat mengakses, atau cara lainnya," katanya. Penyedia jasa layanan tersebutlah yang melakukan pemblokiran otomatis. Dalam kasus ini menurut Margiono diperlukan payung hukum. (Baca juga:
Pemerintah Diminta Kaji Situs Radikal dan Libatkan Ormas)
Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Saud Usman Nasution mengaku beberapa dari total 22 situs yang diblokir tak seluruhnya mengandung konten negatif. "Hidayatullah kami menemukan ada dua berita yang negatif," katanya dalam kesempatan yang sama.
Konsep negatif tersebut diartikan oleh pemerintah mengandung radikalisme, anarkis, mengajak pengkafiran, propaganda, serta mengajak bergabung ke ISIS. Atas dasar penilaian tersebut, BNPT merekomendasikan pemblokiran situs islam berdasarkan surat Nomor 149/K.BNPT/3/2015 tentang Situs/Website Radikal ke dalam sistem filtering Kemkominfo.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 19 Tahun 2014 soal penanganan situs internet bermuatan negatif, maka Kominfo pun memblokir situs yang diajukan. Merujuk Pasal 1 Permen tersebut, pemblokiran situs adalah upaya yang dilakukan agar situs internet bermuatan negatif tidak dapat diakses.
Menanggapi hal tersebut, pemimpin redaksi Hidayatullah.com, Mahladi, sepakat dengan Margiono. "Kami bersedia menghapus dua berita yang dianggap negatif. Tapi jangan blokir seluruh situs kami. Kamis situs ideologi yang banyak diakses orang," kata dalam diskusi tersebut. (Lihat fokus:
Kontroversi Pemblokiran Situs Islam)
Menurut Mahladi, pemblokiran justru mencemarkan nama baik medianya sekaligus pondok pesantren yang memiliki media tersebut. "Orang jadi menduga jangan-jangan kami teroris. Padahal kami tidak mendukung ISIS," ucapnya.
(sur)